DEPOK, KOMPAS.com — Mayoritas mahasiswa dan pemuda Indonesia saat ini masih memiliki mental pencari kerja, bukan pencipta lapangan kerja. Hal itu terjadi antara lain karena masyarakat masih terbelenggu pemikiran bahwa pendidikan harus berakhir dengan bekerja di sebuah perusahaan nasional atau multinasional.
"Masih banyak sarjana kita yang menganggur. Kita masih terbelenggu pemikiran bahwa pendidikan harus berakhir dengan bekerja di suatu perusahaan. Padahal, tidak melulu harus begitu. Kaum pemuda dan juga para orangtua di Indonesia jarang berpikir mendirikan perusahaan dan bisnis sendiri sebagai opsi yang potensial," kata Agung Waluyo, Direktur Program Universitas Ciputra Entrepreneurship Center, Selasa (23/10/2012), di Jakarta.
Pada akhir pekan lalu, Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) bekerja sama dengan Program Kelas Khusus Internasional (KKI), Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (U) menggelar workshop serta Pelatihan Kewirausahaan dan Keterampilan Komunikasi di Kampus UI Depok. Pelatihan ini diselenggarakan sebagai bagian dari kegiatan pengabdian masyarakat Program KKI, Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP UI.
Peserta terdiri atas mahasiswa dan karyawan. Selain itu, office boy FISIP UI juga dilibatkan. Mereka sengaja dilibatkan dalam kegiatan ini untuk memberi perspektif sekaligus alternatif baru untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Agung mengatakan, Indonesia merupakan negara kaya dengan sumber daya alam dan manusia melimpah yang sudah merdeka lebih dari 60 tahun. Namun, tak banyak perkembangan signifikan di Nusantara jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, khususnya secara ekonomi.
Singapura, misalnya, sudah menjadi negara maju yang cukup disegani, jauh meninggalkan Indonesia beserta negara-negara Asia Tenggara lainnya.
"Karena itu, pelatihan kewirausahaan menjadi penting bagi kaum pemuda Indonesia. Agar mereka dapat menciptakan lapangan kerja, tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tapi juga untuk orang lain," ujar Agung.
Data di Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, hingga tahun 2011, jumlah wirusaha di Indonesia mencapai 1,65 persen. Idealnya, suatu negara memiliki minimal 2 persen wirausaha. Meski tak terlalu tertinggal jauh, angka ini mesti terus digenjot.
Agung menambahkan, salah satu masalah yang sering dihadapi wirausaha baru Indonesia adalah komunikasi. Terkadang mereka (para wirausahawan Indonesia) punya ide yang brilian, tapi tidak bisa menyusun proposal. Apalagi mempresentasikannya di depan publik.
Pada beberapa kasus, masalahnya lebih ke arah komunikasi interpersonal. "Karena itu, perlu diberikan pelatihan intensif bagi pemuda Indonesia mengenai komunikasi, yang penekanannya terletak pada komunikasi bisnis," papar Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.