Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK: Pertahankan Status RSBI/SBI, Langgar Hukum

Kompas.com - 10/01/2013, 15:25 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pembatalan status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan SBI berlaku sejak ketok palu menutup pembacaan amar putusan, Selasa (8/1/2012). Juru Bicara MK, Akil Mochtar mengatakan, sekolah yang tetap mempertahankan status RSBI/SBI tentu saja melanggar hukum.

"Kalau pihak sekolah tetap mempertahankan status RSBI/SBI maka produk dari pendidikannya ilegal. Selain itu, praktek menjalankan sekolah itu seperti adanya pungutan untuk RSBI/SBI melanggar undang-undang. Artinya ada sanksi hukum bagi sekolah yang tidak mentaati putusan MK,"kata Akil saat dihubungi, Rabu (9/1/2013).

Lagipula, lanjut hakim konstitusi ini, sejak putusan MK yang membubarkan RSBI keluar, kedudukan dari lembaga pendidikan negeri berlaku setara. Sebab itu, diskriminasi lembaga pendidikan negeri harus dihapuskan untuk menjamin rasa keadilan sesuai amanat konstitusi. Menurutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional (Kemdikbud) harus konsisten untuk menjalankan putusan MK.

"Pemerintah bertanggungjawab menjalankan prinsip pendidikan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Kalau itu tidak terlayani, ada kelas di masyarakat kita dalam menikmati pendidikan. Kalau diteruskan maka nanti pendidikan kita kembali lagi ke masa penjajahan karena di masa itu kalau mau sekolah dibedakan berdasarkan yang mampu membayar, mereka bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik kalau mampu membayar lebih,"tandasnya.

Akil menambahkan, seluruh RSBI/SBI yang ada harus menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN). Kurikulum yang dipakai juga harus disesuaikan dengan SSN. Hal itu untuk menjamin rasa keadilan bagi warga negara yang menikmati pendidikan. Sebab, kurikulum di RSBI/SBI dulunya berbeda dengan SSN, namun ujian akhir nasional memakai soal yang sama.

"Prakteknya di RSBI/SBI itu kalau ujian sama dengan SSN, soalnya sama tapi kurikulumnya lebih maju RSBI/SBI sehingga tidak heran siswanya bisa lulus dengan mudah. Ada diskriminasi di sini padahal dulu semua sekolah negeri sama, pemerintah harus konsisten,"terangnya.

Tak hanya itu. Pungutan yang kerap dilakukan RSBI/SBI kepada orangtua siswa juga harus digantikan dengan Komite seperti SSN. Praktek pungutan tersebut tidak berlaku lagi sejak MK membubarkan SBI.

Peringatan untuk Wali Kota Surabaya

Terkait keengganan Walikota Surabaya, Tri Rismaharani, untuk membubarkan RSBI di daerahnya, Akil pun menegaskan bahwa itu bisa menjadi tindakan melawan hukum. Pasalnya, putusan MK yang membubarkan RSBI berkekuatan hukum tetap dan harus ditaati.

"Harus dijalankan kalau tadi walikota (Surabaya) bilang seperti itu berarti jadinya akan illegal dong. RSBI akan jadi seperti kursus aja,"ujar Akil di kantornya, Jakarta, Kamis (10/1/2012).

Akil menekankan RSBI bertentangan dengan konstitusi karena ada faktor diskriminasi dan liberalisasi pendidikan. Sebab itu, tindakan Walikota Surabaya yang enggan membubarkan RSBI dinilai menyetujui faktor tersebut.

Menurutnya pula, walikota Surabaya tidak berkepentingan menghalangi pembubaran RSBI. Sebab, pembubaran itu adalah otoritas (Kemdikbud).

Seperti diketahui, materi gugatan terhadap Pasal 50 Ayat 3 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikabulkan MK. Dengan dikabulkannya gugatan ini, tak ada lagi pasal yang menjadi payung hukum keberadaan RSBI-SBI ataupun sekolah berkurikulum internasional.

Dalam pembacaan amar putusan, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, Pasal 50 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dasar putusan MK, menurut Juru Bicara MK, Akil Mochtar, bisa dibaca di berita Ini Alasan MK Batalkan Status RSBI/SBI.


Berita terkait, baca :  MK BATALKAN STATUS RSBI/SBI

Tak mau ketinggalan informasi seputar pendidikan dan beasiswa? Yuk follow Twitter @KompasEdu!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com