Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mutu Pendidikan Tanpa RSBI

Kompas.com - 11/01/2013, 02:33 WIB

Elin Driana

Keputusan MK yang membatalkan Pasal 50 Ayat (3) UU Sistem Pendidikan Nasional, payung hukum RSBI/SBI, ternyata menimbulkan reaksi beragam.

Wali Kota Surabaya, misalnya, menyatakan akan mempertahankan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) karena merupakan salah satu ikon Surabaya. Beberapa orangtua pun kecewa atas penghapusan RSBI karena berharap anak-anak mereka mendapatkan pendidikan yang lebih bermutu melalui RSBI. Beberapa kepala sekolah RSBI/SBI menyayangkan keputusan MK karena mereka memandang RSBI sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan (Kompas.com, 9/1/2013). Pemerintah ataupun keterangan ahli dan saksi yang diajukan pemerintah selama persidangan juga menegaskan bahwa RSBI merupakan upaya memberikan layanan pendidikan yang bermutu dan meningkatkan daya saing di era globalisasi.

Keputusan MK juga tak bulat. Hakim Achmad Sodiki berpendapat berbeda. Menurut dia, pembatalan Pasal 50 Ayat (3) akan ”berdampak kerugian pada upaya mencerdaskan bangsa”. Intinya, RSBI/SBI merupakan proyek percontohan dengan investasi dari APBN dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan mencegah semakin melebarnya jurang perbedaan mutu pendidikan di Tanah Air.

Peningkatan mutu

Saya sangat sepakat dengan pendapat hakim Achmad Sodiki bahwa sekolah yang bermutu tinggi adalah ”idaman setiap keluarga yang mempunyai anak” (Putusan Nomor 5/PUU-X/2012, hal 199). Namun, RSBI/SBI bukanlah langkah yang tepat untuk mewujudkan impian tersebut.

Pasal 5 Ayat (1) UU Sisdiknas secara tegas menyebutkan: ”Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan dan program-program yang diambil pemerintah semestinya difokuskan pada upaya memberikan layanan pendidikan bermutu bagi setiap warga negara, bukan hanya kepada siswa dengan klasifikasi tertentu.

Keberadaan RSBI/SBI jelas-jelas bertentangan dengan semangat pasal tersebut. Kalaupun dianggap sebagai proyek percontohan, semestinya RSBI menerima siswa dengan berbagai latar belakang, termasuk kemampuan akademisnya. Bagaimana masyarakat bisa melihat nilai tambah RSBI apabila siswa yang diterima adalah bibit-bibit unggul dan sekolah yang menjadi cikal bakal RSBI sudah merupakan sekolah unggulan?

Pemilahan mutu layanan pendidikan yang diterima peserta didik juga diperparah oleh peraturan pemerintah (PP) yang kontradiktif dengan semangat Pasal 5 Ayat (1). Pasal 68 PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional menyebutkan, antara lain, bahwa hasil ujian nasional (UN) digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. Konsekuensinya, kualitas layanan pendidikan yang diterima siswa bergantung pada nilai UN.

Kondisi ini sangat berlawanan dengan kecenderungan di negara-negara maju yang makin mengarah pada upaya penyediaan layanan pendidikan bermutu bagi seluruh peserta didik, sebagaimana dilansir the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD, 2010). Ekonomi berbasis pengetahuan yang jadi tulang punggung pembangunan sebuah bangsa di era ini menuntut kesiapan insan-insan terdidik sebagai penggerak utamanya. Karena itu, penyediaan layanan pendidikan bermutu kepada setiap warga negara tidak dapat ditawar lagi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com