JAKARTA, KOMPAS.com - Anak-anak usia sekolah yang menempuh pendidikan di sekolah rumah (homeschooling), masih kesulitan untuk menikmati layanan pendidikan seperti anak-anak yang bersekolah formal.
Selain kesulitan untuk berpindah jalur ke sekolah formal agar bisa mengikuti ujian nasional, anak-anak sekolah rumah juga terkendala mengikuti seleksi masuk pergururan tinggi negeri.
"Anak-anak yang memilih jalur pendidikan informal atau sekolah rumah dan nonformal, masih saja menghadapi kendala untuk bisa dilakukan setara dengan anak-anak di sekolah reguler," kata Budi Trikorayanto, Wakil Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah & Pendidikan Alternatif (Asah Pena) di Jakarta, Sabtu (19/1/2013).
"Kendala urusan administratif seringkali jadi hambatan bagi anak-anak usia sekolah di sekolah rumah untuk bisa pindah jalur ke sekolah formal, ikut ujian nasional sekolah formal, hingga urusan kuliah. Kasihan, jika anak-anak sekolah rumah terus didiskriminasi," tambah Budi Trikorayanto.
Menurut Budi, dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional jelas-jelas diakui adanya pendidikan di jalur informal, nonformal, dan formal. Bahkan, semestinya anak-anak tidak dihambat untuk bisa berpindah jalur, demi kepentingan anak agar dapat berkembang optimal dalam menjalani pendidikan. Anak-anak sekolah rumah ada yang bersifat tunggal dan bergabung dalam komunitas.
Di Asah Pena terdatat sekitar 4.000 anak usia sekolah. Anak-anak sekolah rumah ini biasanya memilih ikut ujian nasional kesetaraan Paket A, B, dan C, atau setara SD, SMP, dan SMA. Namun, sebenarnya anak-anak ini boleh berpindah jalur ke sekolah formal.
"Selama bersekolah rumah, anak-anak ini tidak memiliki nomor induk siswa nasional atau NISN. Alasan ini yang seringkali membuat sekolah formal menolak siswa sekolah rumah. Bahkan, ada anak homeschooling yang sudah terdaftar di sekolah formal tidak memiliki NISN," ujarnya.
"Akibatnya, si anak tidak bisa didaftarkan ikut ujian nasional. Demi kepentingan anak, seharusnya semua pihak, terutama dinas pendidikan harus mencari solusi yang baik bagi anak," kata Budi yang juga pimpinan di Komunitas Sekolah Rumah Pelangi di Tangerang.
Menurut Budi, anak-anak sekolah rumah yang lulus Paket C atau SMA tidak memiliki kesempatan untuk ikut seleksi nasional masuk perguruan tinggi negri (SNMPTN) jalur undangan, yang mulai tahun ini gratis. Selain tidak memiliki NISN, komunitas sekolah rumah tidak memiliki nomor pokok sekolah nasional (NSPN).
"Memang anak homeschooling masih bisa ikut yang lewat ujian masuk tertulis, baik yang seleksi mandiri bersama atau jalur mandiri. Syukurnya ujian nasional kesetaraan mulai tahun ini dimajukan di April. Jadi, anak-anak homeschooling bisa mengejar seleksi masuk PTN," kata Budi.
Yanti Sriyulianti, Koordinator Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip), mengatakan, perpindahan jalur bagi anak-anak homeschooling ke sekolah formal lebih mudah ke sekolah swasta. Sebaliknya, untuk sekolah negeri masih terkendala.
"Untuk anak homeschooling memang masih perlu diperjuangkan supaya bisa mendapat NISN. Anak-anak memilih jalur homeschooling ini kan karena merasa cocok dengan pola pembelajaran seperti ini. Semestinya sekolah ramah anak bisa kita ciptakan di jalur apapun," ujar Yanti.
Sekolah rumah bukan hanya melayani anak-anak usia sekolah dari keluarga mampu. Lewat sekolah rumah, anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin juga terbantu karena pola pendidikan yang lebih fleksibel.
"Semestinya anak-anak sekolah rumah jangan dicoba untuk diformalkan. Biarkan saja cara ini juga berkembang. Tinggal adakan saja uji kelayakan bagi anak ini untuk bisa sama seperti siswa sekolah formal. Bukan malah dipersulit oleh birokrasi pendidikan yang tidak paham hak-hak anak," kata Budi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.