Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teknologi Pengolahan Air Minum Masih Konvensional

Kompas.com - 13/02/2013, 21:20 WIB
Jumarto Yulianus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pilihan teknologi pengolahan air minum yang digunakan saat ini masih tergolong konvensional. Bangunan instalasi pengolahan air minum yang digunakan didesain dan dibangun berdasarkan kualitas air baku pada 15-40 tahun yang lalu. Teknologinya hanya mempertimbangkan parameter kekeruhan.

Demikian diungkapkan Djoko Mulyo Hartono saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Teknik Lingkungan di Balai Sidang Universitas Indonesia Depok, Rabu (13/2/2013).

Pengukuhan Prof Djoko Mulyo Hartono bersamaan dengan pengukuhan Prof Dedi Priadi sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Teknik Metalurgi Mekanik dan Prof Harinaldi sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Rekayasa Termofluida. Upacara pengukuhan dipimpin oleh Ketua Dewan Guru Besar Univer sitas Indonesia Prof Biran Affandi.

Djoko mengemukakan, air permukaan sebagai sumber air baku memiliki kuantitas paling besar dibandingkan mata air, air hujan, dan air tanah. Namun, kualitas air permukaan saat ini semakin buruk. Bahkan, melampaui nilai standar air baku untuk air minum yang diizinkan.

Dalam pidatonya yang berjudul Perlindungan Air Permukaan sebagai Sumber Air Baku Air Minum dan Tantangannya dalam Menghadapi Perubahan Iklim , Djoko mengatakan, adanya pemukiman sepanjang aliran sungai, erosi, bertambahnya sedimentasi, adanya kandungan bahan kimia, kelebihan gizi, penyebaran penyakit, kekurangan oksigen adalah beberapa masalah yang ada pada air permukaan. Akibatnya, terjadi penurunan kualitas air permukaan.

Penurunan kualitas air permukaan ditandai dengan peningkatan kekeruhan, pembuangan dan penumpukan sampah, pendangkalan badan air, penyempitan badan saluran, serta pengelolaan air permukaan yang belum terkoordinasi dan terintegrasi.

Djoko mengatakan, tingkat kekeruhan air saat ini sudah melampaui batas 1.000 NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Bahkan, pada musim hujan bisa mencapai 15.000 NTU. Namun, teknologi yang ada hanya mampu mengolah air dengan tingkat kekeruhan 5 NTU sampai 1.000 NTU. Adapunkadar maksimum yang diperbolehkan untuk tingkat kekeruhan adalah 5 NTU.

Menurut Djoko, implikasi dari tingginya tingkat kekeruhan air baku adalah menambahkan unit bangunan pada bangunan instalasi pengolahan air untuk menurunkan kekeruhan. Bangunan tambahan yang dipilih harus memiliki bangunan prasedimentasi, bangunan aerasi, dan unit pengolahan lumpur.

Sebelumnya, pada acara yang sama, Dedi Priadi menyampaikan pidato berjudul Peranan Teknologi Pembentukan Logam dan Pemanfaatan Material Baja dalam Industri Manufaktur Logam Indonesia. Dedi mengatakan, industri logam dasar Indonesia di perdagangan internasional terus meningkat dengan persentase rata-rata nilai ekspor hampir 60 persen.

Sementara itu, Prof Harinaldi memaparkan pidato berjudul Teknik Kontrol Aliran pada Rekayasa Termofluida dalam Menghadapi Tantangan Global Penghematan Energi . Menurut Harinaldi, berbagai teknologi kontrol aliran menjadi pilihan strategis di berbagai aplikasi dan peralatan teknik. Hal itu terkait dengan emisi gas dengan efek rumah kaca yang diperkirakan akan meningkat sebesar 57 persen pada 2030.

Prof Biran Affandi mengatakan, jumlah guru besar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia bertambah menjadi 42 orang dengan pengukuhan ketiga guru besar tersebut. "Jumlah guru besar di UI saat ini adalah 250 orang," katanya.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com