KOMPAS.com - Goresan tangan seorang komikus asal Desa Tenggur, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, telah diakui oleh penerbit komik terkenal Amerika Serikat sebesar DC Comics. Itulah Ardian Syaf (33). Dari tangannya lahir jagoan super seperti Batman dan Superman, dan lainnya. Sarie Febriane
Komikus Ardian Syaf pada Januari lalu dikerumuni penggemarnya, mulai dari remaja sampai diplomat asal Kedutaan Besar Singapura. Mereka meminta Ardian menandatangani dan menggambar sosok Batman pada selembar kaus oblong. Setelah memperoleh tanda tangan dan coretan gambar dari Ardian, diplomat itu mengajak berfoto bersama Adrian.
Selain sang diplomat itu, di antara penggemar Ardian tampak juga sutradara Rizal Mantovani dan pemain sinetron Marcelino Lefrandt. Mereka antusias bertemu Ardian. Foto bareng, tanda tangan di atas koleksi komik Amerika, dan coretan gambar tokoh komik menjadi tiga hal yang diminta penggemarnya dari Ardian. Suasana itu menjadi bukti betapa goresan tangan Ardian sangat dikenal penikmat komik terbitan DC Comics.
Siang itu Ardian, atau akrab disapa Aan, didaulat tampil dalam festival komik Amerika @ameri-Con dalam rangka ulang tahun ke-2 @america, Pusat Kebudayaan Amerika Serikat di Pacific Place, Jakarta. Dia diminta berbagi cerita tentang kiprahnya sebagai komikus yang beberapa tahun terakhir ”bermain” di arena internasional.
Lulusan Desain Komunikasi Visual Universitas Negeri Malang ini sudah dua kali dikontrak penerbit besar DC Comics di AS. Di bawah DC Comics, Aan sebagai penciler menggarap komik-komik legendaris yang mengusung sosok superhero, di antaranya Batman, Superman, Batgirl, dan Green Lantern. Penciler adalah istilah untuk menyebut komikus yang menerjemahkan naskah ke dalam bahasa gambar.
Hadiah dari ”Bobo”
Aan mengaku sejak kecil bercita- cita menjadi komikus. Kecintaannya pada komik serupa dengan cinta pada pandangan pertama. Ketika duduk di kelas I sekolah dasar, dia mendapatkan hadiah komik dari majalah Bobo karena mengirimkan jawaban Teka Teki Silang.
Komik pertamanya itu demikian mengesankan bagi Ardian kecil. Komik itu pula yang membawanya berfantasi di jagat komik. Aan kecil pun bercita-cita ingin menjadi pembuat komik alias komikus. Sang ayah, seorang pegawai negeri, juga kerap membelikan Aan berbagai komik yang dibeli di pasar loak.
Lulus kuliah tahun 2004, Aan membayangkan diri menggambar komik untuk penerbitan media massa lokal di Jawa Timur. Cita-citanya menjadi komikus masih mengendap dalam ruang batinnya.
Seorang teman lalu memberi tahu dia untuk mengirimkan lamaran ke digitalwebbing.com, sebuah situs internasional yang menjadi forum komikus sedunia untuk mendapatkan proyek komik di berbagai negara. Namun, selama dua tahun bergabung, Aan tak kunjung mendapatkan tawaran bekerja sama.
Meski begitu, dia dengan ikhlas menerima ajakan kerja sama dari beberapa negara untuk menggarap komik debutan tanpa bayaran. Proyek-proyek tanpa bayaran itu dia perlukan untuk mengasah kemampuannya menggambar.
Beberapa proyek kecil pun diterimanya, dengan bayaran hanya sekitar 25 dollar AS per halaman untuk komik pendek delapan halaman. Selain itu, Aan pun mengerjakan permintaan sebagai penata letak buku Lembar Kerja Siswa SMA dengan bayaran Rp 2.500 per halaman.
”Dulu, ibu saya pernah khawatir, ’Aan, dari menggambar bisa kerja apa ya’?” kata Aan menirukan ucapan ibunya.
Suatu saat anak Aan sakit. Ia amat gundah dengan biaya pengobatan. Nyaris dia mengendapkan cita-citanya menjadi komikus. Ia lalu melamar pekerjaan di sebuah koran lokal sebagai penata letak.
Di tengah kesulitannya itu, salah seorang penulis naskah komik asal Irlandia bernama Catie mengirim e-mail. Isinya, memberi informasi tentang penerbit cukup ternama di AS, Dabel Brothers Publishing, tengah mencari penciler untuk komik Dresden Files.