Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bambang Rudyanto, Duta Indonesia di "Negeri Sakura"

Kompas.com - 02/08/2013, 13:27 WIB


Oleh Ahmad Arif

KOMPAS.com - Lebih dari separuh hidup Bambang Rudyanto (46) dihabiskan di Jepang. Lelaki kelahiran Probolinggo, Jawa Timur, ini menjadi profesor dan dosen di salah satu kampus di "Negeri Sakura". Namun, pikiran dan hatinya tak lepas dari Indonesia.

Pagi itu hujan menandai pancaroba menjelang musim panas. Bambang melajukan mobilnya di jalan basah. Biasanya ia naik kereta ke kampusnya di Wako University, Machida-shi, pinggiran Tokyo.

Pagi itu ia bermobil karena mampir ke Sekolah Dasar Okagami, Kawasaki-shi, untuk memperkenalkan Indonesia. Setahun sekali, beberapa dosen menjadi sukarelawan mengajar di sekolah tersebut.

Ia bergegas menuju ke ruang kelas V. Dengan bahasa Jepang yang fasih, ia memperkenalkan beberapa kosakata Indonesia. Ia juga menunjukkan cara membuat mainan pesawat terbang dari kertas lipat. Setelah itu, Bambang mengajari mereka memasak nasi goreng.

"Bambang seperti duta Indonesia di Jepang," kata Prof Iwao Kato, Direktur Center for International Cultural Exchange di Wako University.

Bambang mahir menarik perhatian siswa. Cara mengajar itu juga dia terapkan kepada mahasiswa. Ia juga kerap mengundang anak didiknya makan bersama di rumahnya. "Saya ingin menggabungkan kedisiplinan Jepang dan kehangatan Indonesia."

Tiap tahun, ia membawa mahasiswa untuk kuliah lapangan di Indonesia. Biasanya 30 orang berpartisipasi tinggal di salah satu desa di Malang, Jawa Timur, selain Bali. Tahun ini ada 50 orang yang ikut.

"Biasanya, setelah ke Indonesia, mereka jadi suka Indonesia," kata Bambang. "Bahkan, ada salah satu mahasiswa di Keio University sekarang jadi dosen di Universitas Andalas, Padang (Sumatera Barat)."

Selain menjadi dosen tetap dan mengajar IT Business, International Cooperation, dan sejumlah mata kuliah di Wako, ia juga mengampu mata kuliah Bahasa Indonesia di sejumlah kampus di Jepang, seperti di Keio University dan Nihon University. Bambang juga kerap menjadi penerjemah yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan pihak swasta Jepang dengan Indonesia.

Ikatan dengan Indonesia terus dipupuknya. Pada 2002, dia menghimpun orang Indonesia yang bekerja di Jepang lewat Indonesia Vision Group. "Kami ingin memberi sesuatu untuk Indonesia. Tahun 2003, kami membuat konferensi di Sophia University tentang Indonesia dan mengundang beberapa pakar."

Sempat vakum, belakangan Bambang bertekad menghidupkan kembali forum itu. Walau sudah 25 tahun berada di Jepang, ia tetap bersemangat bicara soal Indonesia dan perubahan yang bisa dilakukan.

Pengembara

Bambang memulai pengembaraan ke mancanegara saat remaja. Setamat dari SMA Proyek Perintis Sekolah Pembangunan IKIP Malang dalam dua tahun, ia diterima di Institut Pertanian Bogor tanpa tes. Pada saat bersamaan, ia diterima dalam program pertukaran selama setahun ke Belgia atas dana American Field Service (AFS).

Sepulang dari Belgia, ia mendaftar ke Institut Teknologi Bandung dan diterima. Namun, dia merasa gamang. Bambang rindu suasana Belgia. Ia merasa lebih berkembang di luar negeri. "Sebelum ke Belgia, saya sering diolok-olok teman karena tak bisa main voli. Tetapi, di Belgia justru saya diajari sampai bisa," kisah Bambang yang bertekad sekolah di luar negeri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com