BIPA, Tingkatkan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional

Kompas.com - 23/10/2013, 12:53 WIB
KOMPAS.com - Sejak diikrarkan sebagai bahasa Nasional pada Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dan ditetapkan sebagai bahasa negara dalam Pasal 36 UUD 1945, bahasa Indonesia hingga saat ini telah mengalami perkembangan sangat pesat. Seiring kemajuan yang dicapai oleh bangsa Indonesia di era global saat ini, peran Indonesia dalam pergaulan antarbangsa juga telah menempatkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa yang dipandang penting di dunia.  

Pada 2009 lalu, bahasa Indonesia secara resmi ditempatkan sebagai bahasa asing kedua oleh pemerintah daerah Ho Chi Minh City, Vietnam. Kemudian, berdasarkan data Kementerian Luar Negeri pada 2012, bahasa Indonesia memiliki penutur asli terbesar kelima di dunia, yaitu sebanyak 4.463.950 orang yang tersebar di luar negeri. Bahkan, Ketua DPR RI dalam sidang ASEAN Inter-Parliamentary  assembly (AIPA) ke-32 pada 2011 mengusulkan bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa kerja (working language) dalam sidang-sidang AIPA.

Fakta-fakta tersebut mendukung usaha peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional yang sedang digalang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melalui Program BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing). BIPA adalah program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia (berbicara, menulis, membaca, dan mendengarkan) bagi penutur asing.

"Kan ada salah satu tugas fungsi badan bahasa (Kemdikbud), yaitu menginternasionalisasikan bahasa Indonesia. Fungsi itu tentu terkait dengan ikhtiar kita mengajar bahasa Indonesia pada penutur asing," ujar Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Mahsun.

Mahsun mengatakan, saat ini setidaknya ada 45 negara yang menjadi peserta BIPA, dengan 174 tempat pelaksanaan BIPA yang tersebar di negara-negara tersebut. “Paling banyak di Australia,” katanya. 

Antusiasme warga negara lain, terutama mahasiswa asing, terhadap bahasa Indonesia sangat tinggi. Hal tersebut diakui Ketua Satgas Program Darmasiswa Republik Indonesia (DRI), Pangesti Wiedarti. Pangesti mengatakan, dalam Program DRI, bahasa Indonesia menjadi jurusan favorit para peserta (survei tahun 2012: 65% bahasa Indonesia; 30% seni-budaya, culinary & tourism 3%, lain-lain 2%). Program DRI adalah program beasiswa bagi mahasiswa asing yang negaranya memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia, untuk belajar di Indonesia. .

"BIPA dipelajari oleh semua mahasiswa Darmasiswa RI yang belajar di 46 hingga 59 universitas di Indonesia. Tiap tahun ada sekitar 700 mahasiswa asing dari sekitar 77 negara yang belajar seni, budaya, dan bahasa Indonesia juga bidang-bidang lain seperti tourism dan hospitality,” jelas Pangesti.

Pengajar BIPA tentu tidak boleh sembarang orang. Mahasiswa maupun dosen bisa menjadi pengajar/tutor BIPA setelah memenuhi persyaratan tertentu.

Scheme for Academic Mobility and Exchange (SAME) khusus bidang Pengajaran BIPA yang ditawarkan Ditjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud mensyaratkan dosen yang menjadi calon pengajar BIPA harus menguasai  metode dan teknik dan strategi pengajaran serta pembelajaran BIPA. Hal ini menjadi kewajiban, sebab mengajar BIPA berbeda sekali dengan mengajar bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama/kedua. Selain itu, dosen juga harus mempunyai pengalaman mengajar mata kuliah BIPA setidaknya dua tahun.

"Pengetahuan tentang multikultural Indonesia juga harus dikuasai. Para dosen ini harus mendapat izin dari Kajur-Kaprodi, Dekan, dan Rektor untuk meninggalkan tugas di kampus selama 4 bulan, dan semua ihwal administrasi harus diurus sebelum tes wawancara," ujar Pangesti yang juga anggota tim SAME-Dikti BIPA.

Sementara untuk mahasiswa yang disiapkan menjadi pengajar/tutor BIPA, mereka harus mempunyai pengetahuan kebahasaan dan keterampilan mengajar. Dalam mata kuliah BIPA, mahasiswa belajar Pemahaman Lintas Budaya di mana mahasiswa harus aktif mencari informasi tentang negara-negara tetangga dalam hal budaya dan bahasanya, yang pada umumnya merujuk ke negara-negara yang bekerjasama dengan RI dalam Program Darmasiswa RI. Mahasiswa juga harus mempelajari kurikulum, silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran BIPA serta Praktik Mengajar yang disebut Micro Teaching BIPA.

"Yang unik di sini adalah mahasiswa harus mengidentifikasi dirinya dalam kemampuan bahasa asing mereka, setidaknya bahasa Inggris, dengan menggunakan Common European Framework of Reference for Languages (CEFRL) yang terdiri atas kemampuan menyimak, membaca, berbicara (produktif dan interaktif), dan menulis, baik secara global maupun rinci dalam Can Do Statement," tutur Pangesti yang aktif sebagai dosen pengajar BIPA di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penutur asing yang sudah mengikuti Program BIPA akan diuji kompetensinya. Jika evaluasi bagi penutur asli bahasa Indonesia adalah melalui Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI), maka untuk menguji penutur asing diperlukan piranti tes tersendiri, umumnya bisa disebut Uji Kompetensi BIPA (UKBIPA). UKBIPA dapat ditempuh mahasiswa asing setelah mahir berbahasa Indonesia, setidaknya setelah satu semester belajar BIPA.

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Mahsun, mengatakan, saat ini Kemdikbud tengah menyiapkan bentuk evaluasi untuk penutur asing yang mengikuti Program BIPA.

"Di samping ada materinya, kemudian ada evaluasi. Materi (BIPA) ini disampaikan, kemudian sejauhmana ketersampaiannya kan perlu ada evaluasi," ujar Mahsun.

Ia menjelaskan, UKBIPA saat ini masih dalam tahap pengembangan karena akan disesuaikan dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia atau KKNI. (DM)


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau