Juara Olimpiade Pun Bisa Lahir dari "Kotak Amal"

Kompas.com - 23/04/2014, 08:08 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Seorang pria berperawakan gempal menapaki panggung berukuran besar. Langkahnya tenang, setenang pancaran wajahnya. Dia, Raden Ridwan Hasan Saputra, salah satu peraih anugerah Tokoh Perubahan 2013 dari salah satu harian nasional.

Setelah menerima trofi, Ridwan berjalan menuju podium yang telah disediakan di sisi kiri panggung. Di hadapannya ada banyak tokoh, termasuk pejabat sekelas menteri. Ia tak berhenti tersenyum. Sepertinya, itu cara dia supaya tak grogi.

"Saya bingung kenapa saya dipilih," ujar Ridwan membuka kalimat dari atas podium di Gedung Teater Jakarta, Senin (21/4/2014) malam. Dia merasa tak pernah berbuat hal istimewa. Tawa hadirin pun pecah. Tepuk tangan riuh menyusul.

Ini kisah Ridwan

Ridwan adalah pengajar Matematika di lembaga les yang dia bangun pada 2001, Klinik Pendidikan MIPA (KPM), di Bogor, Jawa Barat. Pada tahun yang sama, ia menyelesaikan studi di Pascasarjana Teknologi Pertanian IPB.

Pada awalnya, KPM hanya punya dua murid usia sekolah dasar. Dia sulap rumah tipe 21 miliknya menjadi tempat belajar bagi para siswa KPM. Ridwan mengaku saat itu tak berkecil hati. Dengan telaten dia bagikan ilmu yang dia punya kepada para siswa.

Dua tahun berlalu. Ridwan pun mulai membuat terobosan istimewa. Dia hapus patokan tarif untuk siswa. Sebagai ganti, dia sediakan sebuah keropak untuk menampung uang dari siswa. Nominalnya? Seikhlasnya.

Keropak adalah semacam kotak amal. Dari foto yang diperlihatkan dalam penghargaan itu, kotak tersebut tampak berbahan kardus biasa. Agar rapi, sampul kertas coklat melapisi kotak itu.

Isi dari keropak dipakai Ridwan untuk menutup biaya operasional lembaga les tersebut. Bila masih ada lebih, barulah dia pakai untuk kepentingan lain. Dia berkeyakinan, niat baik memang tak selalu mudah dijalani. "(Namun) kesibukan ini seperti hobi yang dikerjakan dengan senang hati."

Hasil mulai terlihat

Hari berlalu, tahun pun berganti. Ketelatenannya mulai menampakkan hasil. Pada medio 2007, ia berhasil membawa empat anak didiknya bertanding dalam Olimpiade Matematika tingkat SD di India. Di sana, rombongan kecil Ridwan ini menyabet tiga medali emas, satu perak, dan satu perunggu.

Kabar baik itu menyebar dari mulut ke mulut warga di sekitar rumahnya. Orang yang awalnya menggunjing kini berbalik memujinya. Banyak orangtua yang kemudian tertarik menitipkan anak mereka mengikuti les di KPM.

Jumlah murid Ridwan terus bertambah. Namun, sistem pembayaran di lembaga lesnya tetap tak berubah. Keropak dan seikhlasnya.

Kini, 2014, KPM sudah punya cabang di enam kota. Selain di Bogor, KPM juga ada di Surabaya, Solo, Depok, Bekasi, dan Semarang. Jumlah muridnya 2.500 orang, dari tingkat SD dan SMP.

Dari jumlah siswa itu, 1.100 anak masuk kategori kelas khusus. Bila dulu Ridwan mengajar sendirian bak hobi, sekarang Ridwan punya 25 karyawan dan 100-an staf pengajar.

Rahasia metode pengajaran

Halaman Berikutnya
Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau