Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemetaan Program Studi Perlu Jadi Acuan

Kompas.com - 23/01/2015, 05:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Pendidikan Tinggi secara rutin memberikan hasil pemetaan program studi di wilayah Indonesia kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam mengeluarkan izin dan menyusun kebijakan pendidikan tinggi. Pemetaan ini diharapkan menjadi acuan untuk terus memperbaiki arah dan kebijakan penyelenggaraan pendidikan tinggi.

Berdasar pemetaan Dewan Pendidikan Tinggi (DPT), pertumbuhan program studi di perguruan tinggi Indonesia didominasi pendidikan akademik, terutama S-1 dan S-2. Sementara program studi vokasi dan profesi masih sangat minim, padahal dibutuhkan dalam dunia usaha dan kerja serta untuk mendukung kebijakan pembangunan oleh pemerintah.

Sekretaris DPT Widijanto S Nugroho mengatakan, tingginya pertumbuhan program studi akademik ini bisa jadi menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia yang sangat berorientasi pada gelar sarjana. Padahal, sebenarnya dunia kerja dan industri di Indonesia lebih banyak butuh tenaga kerja dengan spesifikasi vokasi.

”DPT memberi masukan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) untuk memperbaiki kebijakan, terutama untuk bisa memperkuat vokasi dan profesi,” kata Widijanto yang juga pengajar di Universitas Indonesia, Kamis (22/1) di Jakarta.

Berdasarkan data DPT per Juli 2014, tercatat sebanyak 22.096 program studi. Sebanyak 72,35 persen pendidikan akademik S-1 hingga S-3, sebanyak 24,91 persen D-1 hingga D-4, sedangkan pendidikan profesi hanya 2,74 persen.

Menurut Widijanto, jumlah program studi secara nasional bisa jadi sudah banyak, tetapi distribusinya di wilayah tidak merata.

Berdasarkan data DPT, program studi terbanyak adalah manajemen (1.063), akuntansi (1.015), teknik informatika (597), pendidikan agama Islam (544), ilmu hukum, teknik sipil, ilmu keperawatan, pendidikan bahasa Inggris, sistem informasi, dan pendidikan matematika.

Program studi S-1 dibuka oleh 13.781 penyelenggara, S-2 sebanyak 2.117 penyelenggara, sedangkan S-3 sebanyak 473 penyelenggara. Program studi terbanyak terdapat di Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.

Moch Munir dari Pengembangan Program dan Kerja Sama DPT mengatakan, pemetaan program studi ini untuk bahan pertimbangan Ditjen Dikti. Program studi yang sudah terlalu banyak di suatu daerah diminta untuk tidak lagi diberi izin.

Tidak terkait

Pengamat pendidikan tinggi yang juga Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Satryo Soemantri Brodjonegoro menyatakan, belum ada kaitan antara penyelenggara pendidikan tinggi dan pembangunan karena pembukaan perguruan tinggi dan program studi lebih dipandang sebagai animo penyelenggara pendidikan tinggi untuk mencari uang lewat pasar lulusan pendidikan menengah yang cukup besar. Akibatnya, penyediaan program studi lebih pada animo penyelenggara yang melihat ada permintaan yang semakin besar untuk kuliah, terutama untuk program studi yang diminati calon mahasiswa.

Selain itu, penyelenggaraan program studi noneksakta juga lebih murah sehingga lebih diminati oleh swasta dibandingkan program studi eksakta yang harus punya sarana penunjang, seperti laboratorium. Namun, minat perguruan tinggi swasta (PTS) untuk lebih memilih menyediakan program studi noneksakta, terutama ekonomi, sosial, hukum, dan teknik informatika/komputer, ini juga mulai disaingi perguruan tinggi negeri (PTN).

”Semestinya ada pembagian peran yang tegas antara PTN dan PTS oleh pemerintah. Pembukaan program studi yang masih terbatas, tetapi dibutuhkan dalam pembangunan, serta program studi eksakta yang lebih mahal seharusnya bisa jadi fokus PTN atau pemerintah. Bukan malah PTN bersaing dengan PTS memperbanyak mahasiswa lewat program-program studi yang sebenarnya bisa dilaksanakan PTS,” tutur Satryo. (

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com