Ketika BHUMI Bergetar di Bentara Budaya Jakarta

Kompas.com - 30/09/2015, 08:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bentara Budaya Jakarta di Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (29/9/2015) malam serasa bergetar. Bukan karena gempa atau dentuman mesin-mesin raksasa yang membangun gedung pencakar langit di belakangnya, tapi karena "Bhumi". Sebuah karya komposer gamelan, pesinden, dosen, dan pencipta lagu Peni Candra Rini.

Membawakan 8 nomor, Peni Candra Rini menggetarkan suasana batin dan hati sekitar 100 penonton. Dibantu para musisi gamelan Jawa, serta pemain tamu Neil Chua dari Singapura dan mantan personel Slank, Boby Budi Santosa, Peni membius dengan suara yang magis dan komposisi sakral dalam nomor-nomor Giri Bahari, Kanjeng, Keraton, Kidung Kinanti, Watu, Butterfly, Sangkan Paran, dan Tambora.

Peni mendobrak tradisi, sekaligus menghadirkan wacana dan nuansa baru dengan gamelan Jawa. Dia tak hanya menyanyi seperti layaknya sinden, tapi juga seperti penyanyi seriosa.

Di tangan Peni, komposisi gamelan pentatonis bisa sangat liar dan kaya, sesekali ditingkahi nada-nada diatonis permainan gitar Boby Budi Santosa dan permainan bas Kusumo Adityo, juga permainan mandolin Neil Chua.

HERY GAOS Peni berkolaborasi dengan musisi Singapura, Neil CHua.
Komposisi gamelan yang apik, kontemporer, dan liar dalam menjelajah nada-nada pentatonis menghadirkan pertunjukkan yang mewah. Penonton diaduk perasaannya lewat keindahan suara magis dan sakral, juga dinamika nada dan suara yang sering tak terduga. Bahkan, beberapa penonton mengaku tersedak karena menahan emosi, bahkan nyaris menangis.

"Bhumi" merupakan karya musik yang dipersembahkan kepada Ibu Bumi. Ibu sebagai tanah, tumpuan, harapan, dan memberi kehidupan. Bhumi sebagai wadah daratan dan lautan memberikan tumpuan kekuatan. Sebuah harapan untuk kejayaan giri bahari bumi Indonesia.

Peni menceritakan, karya ini berawal dari diskusi bersama tokoh Bentara Budaya seperti Hariadi Saptono dan Hari Budiono, serta Romo Sindhunata. Dia kemudian membawa ide ini ke Amerika Serikat, ketika ia melakukan tur 2 bulan dalam program OneBeat 2014. Di sela-sela turnya, dia kemudian menulis komposisi ini dan merekam beberapa repertoar dan opera.

"Bumi pertiwi sedang sedih. Semoga bisa bangkit dan jaya kembali," kata Peni.

"Saya sudah setahun absen dari dunia pertunjukan karena mengandung. Bhumi merupakan penampilan pertama saya setelah absen," tambahnya.

Dia tampak menyiapkan penampilan ini dengan serius dan sungguh-sungguh. Sehingga, dia tak hanya lancar memainkan semua nomor, tapi juga menghadirkan komposisi yang unik, sakral, magis, indah serta menggetarkan.

Kadang ada nuansa tangis, lengkingan kegelisahan, juga kegembiraan. Namun, semua itu ia bungkus dalam komposisi yang menggetarkan, mewah, sekaligus membawa nuansa baru musik gamelan.

Sehingga, Direktur Bentara Budaya Jakarta, Hariadi Saptono pun tampak bergetar dan tersedak-sedak dalam pidato penutupnya. Dia dengan bangga, mewakili kebanggaan publik, memuji penampilan ini.

"Kehadiran Peni memberi kesadaran bahwa kita memiliki bakat yang luar biasa. Sayangnya, Peni dan kawan-kawan malah kurang mendapat apresiasi di negerinya sendiri, sementara di luar negeri dia sangat dihormati," kritik Hariadi.

"Sudah selayaknya kita kembali menghormati budaya bangsa sendiri yang beragam dan kaya, juga sangat kreatif. Peni merupakan contoh kreativitas yang berakar dari budaya bangsa sendiri yang pantas diikuti generasi lain dan diapresiasi tinggi," tutupnya.(Hery Gaos)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau