JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, M Nasir, mengapresiasi langkah sejumlah perguruan tinggi yang telah membantu pemerintah dalam mengatasi persoalan asap di Sumatera dan Kalimantan.
Setidaknya, ada tujuh perguruan tinggi negeri yang secara aktif terjun langsung ke lokasi untuk membantu pemadaman.
"Yang paling penting sekarang adalah bagaimana mencari cara agar kebakaran lahan dan gambut yang terjadi saat ini, tak terulang kembali di masa yang akan datang," kata Nasir di kantornya, Kamis (5/11/2015).
Nasir mengatakan, Kemenristek dan Dikti kini tengah menyiapkan konsorsium riset kebencanaan yang akan melibatkan perguruan tinggi.
Melalui konsorsium, pemerintah akan membuat sistem klaster bagi perguruan tinggi untuk memiliki spesialisasi tertentu dalam proses penanggulangan bencana. Persiapan ini diharapkan rampung pada Desember 2015 mendatang.
Sebab, berdasarkan data yang diperoleh Kemenristek Dikti, bencana El Nino yang berpengaruh terhadap bencana kebakaraan hutan dan lahan, masih akan dirasakan di tahun 2016 mendatang.
Berikut ketujuh perguruan tinggi dan upaya yang dilakukan dalam proses penanganan bencana:
1. Universitas Indonesia:
- Membuka Posko UI Peduli melawan asap di lokasi bencana asap antara lain di Desa Rimo Panjang, Kampar, Pekanbaru, Riau;
- Membagikan 1.500 masker N95;
- Mendirikan posko kesehatan;
- Mengirim tenaga medis 20 orang;
- Membuat alat penghisap asap oleh Tim Ahli Pusat Riset dan Respon Bencana seharga Rp 500.000 -Rp 600.000 per unit.
2. Institut Teknologi Bandung:
- Membuat alat FRESH-ON 2015. Alat itu berfungsi menyaring asap yang memiliki partikel sangat kecil hingga berdiameter 50 nano meter. Alat itu diciptakan oleh Prof Dr I Gede Wenten;
- Program "Kelas Aman Asap". Dengan menggunakan alat anti asap yang diciptakan Prof Zeily Nurachman itu, udara yang memiliki Indeks Standar Pencemaran Udara tinggi menjadi rendah;
- Tim Satgas ITB memasang kasa dakron di ventilasi rumah warga, sistem aerasi di akuarium unntuk menangkap partikel mineral dan memacu produksi oksigen dengan sistem purifier FRESH ON;
- Membuat One Map Policy, melalui penyusunan peta kebencanaan skala 1:500/1:10.000 dengan memanfaatkan data satelit penginderaan jauh;
- Membuat simulasi atau pemodelan cuaca yang dapat dijadikan sistem pengambilan keputusan bagi pemerintah terkait dalam konteks kebencanaan;
- Membangun Earth and Space Data Center sebagai publik domain untuk memberikan informasii dan data terkini terkait fenomena cuaca, perubahan tutupan lahan, kebakaran, gempaa bumi, gunung meletus, banjir dan polusi udara.
3. Universitas Gajah Mada:
- Berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD untuk penanganan bencana kebakaran;
- Mengidentifikasi dan menyusun rencana tindak yang diperlukan dalam pemberian bantuan passcabencana;
- Memberikan penjelasan dan penyuluhan kepada masyarakat bagaimana cara menghindari bencana serupa;
- Melibatkan perguruan tinggi setempat bagaimana menangani bencana;
4. Universitas Lampung:
- Melakukan penggalangan dana asap untuk wilayah Sumsel dan Riau
5. Universitas Andalas:
- Mengalokasikan dana penelitian Tahun 2016 melalui skema Unggulan Daerah;
- Mengikuti KKN Kebangsaan di Universitas Riau dengan tema Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan
6. Universitas Diponegoro:
- Melakukan penggalangan dana bagi korban bencana kebakaran;
- Membuat alat pembersih udara dengan sistem nano yaitu Zeta Green, diciptakan oleh Dr Muhammad Nur.
7. Universitas Riau:
- Mengedukasi masyarakat tentang bencana kebakaran;
- Membagikan masker;
- RS Pendidikan UNRI dibuka 24 jam bagi korban bencana kebakaran dengan palayanan obat dan perawatan medis gratis;
- Menjadi tuan rumah KKN Kebangsaan yang melibatkan 28 perguruan tinggi yang meliputi 60 desa. Setiap desa mendapat bantuan Rp 3.000.000;
- Memberikan bantuan 28.000 bibit penghijauan yang ditanam di 60 desa;
- Menggelar seminar internasional tentang bencana kebakaran bekerjasama dengan Universitas Tokyo, Jepang.