Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tindak Lanjut UN sebagai Pemetaan

Kompas.com - 10/01/2016, 10:34 WIB

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tampaknya sangat serius  dalam mendekonstruksi ujian nasional agar para pemangku kepentingan pendidikan membentuk suatu habitus (Pierre Bourdieu, 1987) baru.

Alih-alih mengikuti pola kementerian sebelumnya yang memuja para peraih nilai tertinggi UN, Mendikbud justru mengundang para kepala sekolah yang memiliki nilai indeks integritas terbaik dalam lima tahun terakhir ke Istana untuk bertemu Presiden. 

Langkah ini jelas menampar para "pemburu nilai UN" yang bergerak mirip para pemburu rente di Senayan yang diduga melakukan kecurangan, meminjam istilah MK,  "secara terstruktur dan sistematis" demi "nama baik" sekolah dan daerah mereka.

Ketidaksinkronan nilai tertinggi dan indeks integritas memang terjadi dalam beberapa kasus. Bayangkan ada satu sekolah dari satu kabupaten di Jawa Timur menempatkan delapan dari sepuluh peraih nilai tertinggi di tingkat provinsi, tetapi sekolahnya sama sekali tidak masuk dalam daftar sekolah dengan indeks integritas tertinggi.

Entah kebetulan atau tidak, mantan Bupatinya sekarang juga meringkuk di penjara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Akan tetapi, penekanan pada indeks integritas sebenarnya hanya salah satu sarana untuk tujuan yang lebih penting, yaitu pemetaan kondisi sesungguhnya pendidikan di Indonesia sehingga bisa membuat kebijakan terbaik.

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, adalah salah satu contoh menarik. Provinsi ini adalah salah satu dari tujuh provinsi yang memiliki tingkat indeks integritas tertinggi, tetapi dalam soal hasil UN provinsi ini hanya menduduki peringkat keempat terbawah!

Sampai sekarang, Kemdikbud tidak mengumumkan secara terbuka apa yang akan dilakukan pada provinsi yang jujur ini walaupun hasilnya hancur.

Apabila tidak ada intensif yang besar pada provinsi atau sekolah yang jujur, tak heran apabila di kemudian hari mereka juga akan kembali pada sistem lama dengan menjadi pemburu nilai.

"No child left behind"

Walaupun kebijakan no child left behind (NCLB) yang dibuat pada masa Presiden George Bush sudah dicabut pada pemerintahan Barrack Obama, ada beberapa hal yang menarik yang bisa kita pelajari.

Pertama-tama perlu dipahami bahwa kebijakan NCLB ala Amerika berasal dari konteks yang berlawanan dengan kondisi di Indonesia yang sangat gemar dengan hal-hal yang berbau ujian standar dan kebijakan yang diturunkan dari pusat.

Di Amerika, setiap negara bagian relatif memiliki kurikulum sendiri dan tak ada ujian nasional. Tiap anak bisa dengan mulus naik kelas pada tiap tahun tanpa perlu menempuh tes yang ketat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com