Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Jadi Warga Dunia, Bersikaplah dengan Standar Global

Kompas.com - 14/04/2016, 12:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Saya membuka sebuah permen dan memakannya. Saya tidak menemukan tempat sampah, jadi untuk sementara bungkus permen itu saya masukkan ke kantong celana. Niat saya, kalau sudah menemukan tempat sampah, barulah saya akan membuangnya.

Melihat hal itu seorang teman saya meledek. “Mentang-mentang baru pulang dari Jepang, kelakuannya macam orang Jepang. Tak perlu itu, di sini biasa saja kita buang sampah sembarangan,” katanya sambil tertawa, dan secara demonstratif membuang sampah di depan saya. Saya hanya bisa tersenyum.

Soal kebersihan, termasuk di dalamnya soal buang sampah, bukanlah sesuatu yang khas Jepang. Ini adalah sikap yang dianut oleh banyak orang di banyak negara. Jadi ini adalah sikap yang berstandar global. Di beberapa negara seperti Singapura, membuang sampah sembarangan dapat menyebabkan seseorang dihukum berat.

Tidak hanya soal buang sampah, soal berkendara pun begitu. Di Indonesia masih banyak orang yang berkendara tanpa SIM. Di berbagai negara perilaku seperti itu bisa membuat dia masuk penjara.

Banyak orang bicara soal keahlian dan keterampilan atau skill berstandar global. Untuk masuk ke dunia kerja global, seseorang harus memiliki hal itu. Tapi sebenarnya itu saja tidak cukup. Untuk bisa berkelana di dunia global, seseorang harus pula memiliki sikap dan perilaku yang memenuhi standar global.

Dalam hal buang sampah, di berbagai negara maju orang tidak sekedar untuk buang sampah di tempat sampah. Lebih detil lagi, orang harus buang sampah di tempat sampah yang benar.

Di sana sampah sudah dipilah, ada sampah organik, plastik, beracun, dan sebagainya. Membuang sampah ke tempat sampah saja belum tentu benar. Membuang sampah plastik ke tempat sampah organik adalah sebuah kesalahan.

Seseorang boleh saja punya keahlian yang memenuhi syarat untuk berkarir di tingkat global. Tapi bila sikap dan perilakunya tidak sesuai, ia tidak akan bisa bekerja di tingkat itu.

Bayangkan apa yang terjadi bila ia masih sulit membuang sampah dengan benar, atau berkendara dengan baik. Alih-alih karirnya melesat, bisa jadi ia akan jadi penghuni penjara.

Ada banyak hal lain yang menyangkut nilai, sikap, perilaku, dan tata krama, yang di Indonesia dianggap biasa, tapi sebenarnya sangat tidak cocok dengan yang sudah berlaku secara global.

Dalam hal kebersihan, disiplin, ketertiban, kejujuran, toleransi, dan lain-lain, kita masih sangat tertinggal. Karena itu saya sering mengingatkan, khususnya kepada para mahasiswa, untuk tidak sekedar membangun keahlian berstandar global, namun juga membangun sikap dan perilaku sesuai standar global.

Tapi, tidakkah kita akan menyesuaikan diri secara alami ketika kita berada pada lingkungan tersebut? Tidak. Ada banyak imigran yang menjadi masalah di negara tujuannya karena ia tidak sanggup beradaptasi di tempat baru.

Bahkan sebaliknya, tidak sedikit yang menganggap nilai-nilai di tempat baru adalah nilai yang salah, dan ia ingin agar tempat baru itulah yang berubah sesuai standar dirinya sendiri. Parah.

Lalu, bagaimana dengan yang tidak ingin berkarir di tingkat global? Apa perlunya bersikap dengan standar itu? Sikap baik, nilai baik, sebenarnya adalah hal yang baik belaka, terlepas dari di mana kita berada atau apa tujuan kita.

Berbuat baik, bersikap baik, sebenarnya memperbaiki diri kita sendiri. Lagipula, negeri ini tidak akan berubah jadi negeri maju bila sikap dan perilaku penduduknya tidak berubah.

Kita sendiri menyaksikan dan menerima akibat berbagai sikap tidak baik yang kita lakukan secara kolektif, langsung maupun tidak. Banjir, kota yang jorok, penundaan penerbangan yang mengesalkan, sampai ke kecelakaan lalu lintas.

Namun kita tidak menyadari bahwa kita turut menyumbang sikap dan perilaku yang menyebabkan itu semua. Kita tidak mengubah sikap, tapi berharap situasi berubah. Itu pola pikir orang sakit.

Kepada adik-adik mahasiswa saya pesankan, bila Anda mampu menumbuhkan keahlian berstandar global, bersikap dengan standar global, maka Anda siap menjadi global citizen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com