Radja, Si Genius Asal Malang Pembuat "Drone" Murah

Kompas.com - 18/04/2016, 16:27 WIB
M Latief

Penulis

KOMPAS.com — Mata laki-laki itu tak berkedip. Lama ia memandangi benda di tangannya yang mirip mainan anak-anak.

Diutak-atiknya sebentar, lalu terbanglah "mainan" itu ke udara. Kedua tangannya sibuk, seolah sedang mengendarai kendaraan. Benda itu pelan-pelan terus naik ke langit.

Hanya beberapa detik kemudian, "mainan" yang tak lain adalah drone atau pesawat tak berawak yang dilengkapi kamera dan dikendalikan dari jarak jauh itu sudah hilang dari pandangan. Sambil merunduk, mata lelaki bernama Irendra Radjawali itu melihat-lihat layar komputer, mengawasi peredaran drone itu di udara.

"Dengan merakit drone sendiri, kami bisa mereduksi biaya dan secara otomatis ilmunya juga didapat dan bisa dibagikan kepada masyarakat demi kepentingan sosial kemasyarakatan," tutur Radja, Rabu (13/4/2016) pekan lalu. 

Harga drone yang saat ini beredar di pasaran memang terbilang mahal. Namun, dengan daya kreativitasnya, Radja berhasil merakit pesawat tak berawak itu dengan biaya jauh lebih murah. Drone buatannya hanya dijual seharga Rp 15 juta sampai Rp 20 juta, sementara di pasaran harganya bisa lebih dari itu.

"Saya ingin Indonesia tidak ketinggalan dalam perkembangan teknologi dan bisa memproduksi drone sendiri," ujar Radja.

Lompatan

Radja menamatkan pendidikan tingginya di Institut Teknologi Bandung (ITB), Fakultas Teknik Sipil, pada 2002. Pada 2004, laki-laki kelahiran Malang, 8 September 1974, itu kemudian melanjutkan studi S-2 planologi di perguruan tinggi yang sama (2004).

Setahun kemudian, Radja mendapat beasiswa ke Perancis. Tamat dari Perancis, pada 2008, dia juga menerima beasiswa ke Jerman (2008) untuk belajar S-3 mengenai ekologi politik.

Selesai tamat S-3, Radja mengerjakan beberapa proyek pemetaan kawasan di Kalimantan. Saat itulah, dia melihat kebutuhan untuk bisa memanfaatkan drone, sebelum akhirnya menemukan jalan yang lebih terbuka lebar lewat DSC.

Memang, lompatan dalam "karier" Radja dengan drone terjadi saat dia memenangi Wismilak Diplomat Success Challenge (DSC) 2015 lalu. Dia memenangi kompetisi itu lewat desain MATA atau Mesin Terbang Tanpa Awak atau drone.

Atas kemenangannya itu, Radja mendapat dana hibah sebesar Rp 500 juta. Lewat DSC, pria kelahiran Malang yang tinggal di Bandung itu kemudian merealisasikan ide-ide bisnisnya, yaitu membuat drone berbiaya jauh lebih murah dari yang kini beredar di pasaran.

"Manusia merupakan pusat dari teknologi itu sendiri. Ketika teknologi tak lagi melayani manusia atau malah menjadikan orang terlalu bergantung pada teknologi tersebut, maka hal tersebut menjadi paradoks," ujar Radja.

"Saya tidak percaya bahwa untuk berteknologi itu, orang harus selalu bersekolah setinggi mungkin. Namun, saya juga tidak mengatakan bahwa orang tidak perlu sekolah. Intinya, berteknologi itu bisa dilakukan oleh siapa saja, yang mau berpikir dan peduli terhadap suatu gagasan-gagasan yang timbul dari dalam diri," tambahnya.

Hal itulah yang memicu Radja mencoba menularkan semua ilmu yang telah didapatnya kepada masyarakat. Dia ingin menerapkan transfer of knowledge kepada siapa pun anggota masyarakat yang membutuhkan di berbagai pelosok daerah, khususnya dalam bidang pengolahan data. Dia tak peduli apa pun latar belakang pendidikan masyarakat tersebut.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau