Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Menguasai Bahasa Asing

Kompas.com - 20/04/2016, 07:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Saya mulai belajar bahasa Jepang bulan Maret tahun 1996. Sebelum itu saya tidak pernah belajar sama sekali. Pengetahuan saya nol.

Bukan Desember di tahun yang sama, 9 bulan kemudian, saya ikut tes kemampuan bahasa Jepang Level 2 dan lulus. Pelatihan bahasa Jepang berlanjut, sampai genap setahun saya belajar.

Hasilnya? Saya bisa berkomunikasi dengan lancar, baik secara lisan maupun tulisan. Saya sanggup memahami kuliah-kuliah fisika dan teknik dalam bahasa Jepang, kemudian melakukan berbagai presentasi ilmiah dan menulis karya tulis ilmiah dalam bahasa Jepang.

Bagaimana menguasai bahasa asing? Jawaban atas pertanyaan ini adalah sesuatu yang serius, sampai ia menjadi sebuah bidang ilmu yang disebut second language acqusition (SLA). Prinsip dasarnya terkait dengan bagaimana otak manusia bekerja.

Fondasi belajar bahasa asing adalah meniru, sebagaimana kita belajar bahasa ibu. Tentu saja dengan beberapa perbedaan. Pada saat kita belajar bahasa ibu, otak kita masih dalam masa pertumbuhan. Artinya, kita belum memiliki kesadaran yang baik.

Orang dewasa yang belajar bahasa asing sudah memiliki kesadaran tertentu. Orang dewasa juga sudah “terisi” dengan kemampuan bahasa ibu, sehingga nalar bahasanya sudah terbentuk. Bahasa ibu akan mempengaruhi pula kemampuan seseorang melafalkan bahasa asing yang ia pelajari.

Perbedaan-perbedaan di atas bisa menjadi sebuah hambatan, tapi pada saat yang sama bisa menjadi dukungan bagi penguasaan bahasa asing.

Anak-anak bisa cepat menguasai bahasa, tapi juga cepat lupa. Itu karena mereka semata meniru saja. Orang dewasa meniru sambil membuat struktur yang sistematis. Dalam kasus tertantu cara ini lebih efektif dari sekedar meniru.

Ketika saya belajar bahasa Jepang, hal utama yang saya lakukan adalah meniru dan melafalkan.

Guru saya membuat contoh 2-3 kalimat. Saya pahami makna dan struktur kalimatnya, lalu saya buat kalimat saya sendiri dengan mengganti kata-kata yang ia pakai. Saya lakukan berulang-ulang sampai saya bisa menggunakan kalimat itu.

Kita sering terjebak, mengira bahwa belajar bahasa itu sama dengan menghafal kosa kata. Salah. Ada ribuan kata yang mesti kita hafal, dan itu mustahil bisa kita lakukan.

Tidak sedikit pula yang terpaku untuk menghafal struktur kalimat. Bahasa kemudian diperlakukan seperti kumpulan rumus-rumus matematika.

Yang kita lakukan dalam belajar bahasa adalah mengingat ekspresi. Eskpresi itu mengandung struktur kalimat, sekaligus kosa kata.

Kita hanya bisa mengingat ekspresi dengan mengucapkannya berulang-ulang, dan mendengar orang lain mengucapkannya. Maka cara paling efektif dalam belajar bahasa adalah dengan menggunakannya.

Banyak orang yang belajar bahasa asing, tapi tak kunjung bisa. Kenapa? Karena tidak digunakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com