Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Lima Pelanggaran Ujian Nasional yang Ditemukan Ombudsman

Kompas.com - 04/05/2016, 21:02 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI menemukan lima pelanggaran dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMA 2016.

Kali ini, Ombudsman tak hanya fokus pada kecurangan UN, tetapi menyoroti seluruh proses penyelenggaraan UN.

Pelanggaran pertama, minimnya kontrol terhadap jumlah soal yang didistribusikan.

Dari 33 provinsi yang diawasi, terdapat satu provinsi yakni NTB yang menggunakan soal reguler untuk sekolah inklusi atau berkebutuhan khusus.

"Ini jelas salah karena siswa inklusi pasti kesulitan menggunakan soal reguler," ujar Asisten Pratama ORI Perwakilan Jakarta, Solihul Wildan, saat penyerahan laporan pelanggaran UN SMA oleh ORI, di Kantor ORI, Jakarta hari ini (4/5/2016).

Kedua, minimnya penjagaan ketika soal didistribusikan dari rayon ke subrayon dan dari subrayon ke sekolah.

Proses distribusi hanya menggunakan kendaraan roda dua. Hal ini menyalahi SOP yang harus menggunakan mobil.

"Bahkan di DI Yogyakarta ada siswa yang memegang soal UN untuk wilayah Kalimantan Selatan dan di beberapa daerah lainnya ruang logistik tidak dijaga polisi," lanjut Solihul.

Ketiga, peredaran kunci jawaban ujian yang melibatkan sekolah.

"Di Yogyakarta, ada sekolah yang gurunya mengarahkan muridnya untuk menggunakan kunci jawaban supaya tingkat kelulusannya tinggi," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman DI Yogyakarta Budhi Masthuri.

Keempat, minimnya kinerja para penjaga ujian.

"Bayangkan saja para penjaga bukannya menjaga malah tidur, membaca koran, bahkan ada yang meninggalkan ruangan," lanjut Solihul.

Kelima, kecurangan dari pihak peserta yang semakin masif.

Menurut Solihul, dengan berkembangnya teknologi informasi, kecurangan peserta juga semakin banyak modusnya.

"Jadi karena penjagaan kurang, ada yang masuk ruang ujian dengan membawa hand phone, akhirnya membahas soal di media sosial," ujar Solihul.

Menanggapi kelima temuan tersebut Anggota ORI Alvin Lie mengaku akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait pemberian sanksi dari kelima pelanggaran tersebut.

"Minimnya sanksi itu yang membuat pelanggaran berulang, makanya sanksi harus tegas supaya tidak berulang terus," ujar Alvin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com