Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/06/2016, 22:14 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis


KOMPAS.com
- Banyak universitas asing memulai proses penerimaan mahasiswa jauh lebih awal daripada kampus negeri di Indonesia.

Ditengarai, banyak pelajar berprestasi Indonesia mendaftar ke sana. Evaluasi atas pelaksanaan seleksi masuk kampus negeri akan memasukkan topik tersebut.

"Di universitas luar negeri, mulai November dan Desember (2015) sudah membuka seleksi penerimaan mahasiswa, sedangkan Indonesia baru mulai (seleksi pada) Februari 2016 untuk seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN)," kata Menteri Riset Teknologi Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Muhammad Nasir, di Jakarta, Selasa (28/6/2016).

Sebagai informasi, saat ini ada tiga jenis seleksi secara nasional untuk masuk perguruan tinggi negeri. Yang pertama adalah SNMPTN, yang menggunakan data rapor para siswa di sekolah menengah atas sebagai bagian proses seleksi.

Proses seleksi kedua adalah seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN), yang untuk 2016 hasilnya diumumkan pada Selasa siang. Adapun yang ketiga adalah Jalur Mandiri, yang segera dimulai pada akhir bulan ini.

Nasir mengatakan, tren pola penerimaan mahasiswa di kampus luar negeri itu menjadikan banyak siswa berpotensi Bangsa terjaring universitas asing bahkan sebelum mereka lulus SMA. Mereka yang telah diterima di situ lalu enggan mencoba tes penerimaan mahasiswa di dalam negeri.

"Mereka sudah tidak kepikiran lagi ikut SNMPTN atau SBMPTN. Indonesia akan kehilangan anak-anak pintar ini," tegas Nasir, yang hadir dalam konferensi pers hasil SBMPTN 2016 di Gedung Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta, Selasa.

Pengalaman "tersalip" perguruan tinggi asing juga pernah ditemui Nasir di lingkungan keluarganya. Selain dari laporan resmi, saudara Nasir diketahui pernah pula diterima kuliah di luar negeri.

"Saya tanya kok dia tidak ikut tes (SBMPTN), katanya sudah diterima di universitas luar negeri. Padahal dia belum lulus SMA," ungkap Nasir.

Karena itu, Nasir berpendapat seleksi penerimaan mahasiswa harus dilakukan lebih dini. Kalau tidak, siswa berpotensi bisa lari keluar negeri.

"Inginnya nanti seleksi bisa dilakukan di mana-mana tanpa (batas) waktu. Sertifikat (hasil seleksi) bisa digunakan untuk masuk ke perguruan tinggi mana saja," lanjut Nasir.

Berkaca pada sistem penyaringan di universitas asing, ungkap Nasir, kampus Indonesia juga masih terkesan kaku. Di sana, misalnya, syarat penerimaan mahasiswa bisa menggunakan sertifikat bahasa—seperti TOEFL—dan berkas pendukung lain.

Namun, Nasir masih belum mau berkomentar banyak untuk teknis dan realisasi sistem penerimaan mahasiswa ini. Menurut dia, hal itu butuh banyak koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Panitia SBMPTN.

"Yang pasti, seleksinya nanti harus longgar waktunya agar tidak mengganggu proses belajar siswa di sekolah," ujar Nasir.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com