Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imelda Bachtiar

Alumnus Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1995 dan Pascasarjana Kajian Gender UI tahun 2010. Menulis dan menyunting buku bertema seputar memoar dan pemikiran tokoh berkait sejarah Indonesia, kajian perempuan, Peristiwa 1965 dan kedirgantaraan. Karyanya: Kenangan tak Terucap. Saya, Ayah dan Tragedi 1965 (Penerbit Buku Kompas-PBK, 2013), Diaspora Indonesia, Bakti untuk Negeriku (PBK, 2015); Pak Harto, Saya dan Kontainer Medik Udara (PBK, 2017); Dari Capung sampai Hercules (PBK, 2017).

Sekolah Sarat Prestasi yang Diancam Dibubarkan

Kompas.com - 03/08/2016, 08:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

“BU, sekolah anaknya mau ditutup ya? Sekolah teroris katanya, benar ya?” seorang tetangga menegur saya hari Jumat pagi (29/7) sepulang saya berolahraga pagi.

Masih malas menjawab, karena memang seharian itu media sosial saya penuh dengan pertanyaan serupa. Padahal, sekolah anak sulung saya, SMA Pribadi Bilingual Boarding School Depok, belum mengeluarkan pernyataan apapun soal rumor yang berawal dari pernyataan resmi Kedutaan Besar Republik Turki sehari sebelumnya.

Rumor, apalagi terkait politik, terorisme, dan Islam, memang makanan empuk dan lezat di negara tercinta Indonesia. Dan, apa mau di kata, orang cenderung malas mencari sumber resmi (atau membaca buku yang tepercaya), tetapi senang bergosip di media sosial. Maaf, saya harus bilang begitu. 

Rumor penutupan Sekolah Pribadi berawal dari konflik dalam negeri Republik Turki. Pada 15 Juli 2016, di Istanbul, sebuah usaha kudeta yang gagal menggulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Sebagai lanjutannya, Erdogan menuduh ada gerakan negara tandingan dengan tokoh pendidikan Turki, Fethullah Gülen, sebagai dalang kudeta.

Tuduhan ini semakin kuat ketika Presiden Erdogan merasa perlu mengamankan pemerintahannya dengan “membersihkan” orang-orang yang dianggapnya terlibat dalam kudeta yang gagal itu. Sekali lagi, ini isu dalam negeri Turki.

Di dalam negerinya, hanya tiga hari setelah kudeta itu, pemerintah Turki di bawah perintah Erdogan telah menangkap 100 polisi, 6.038 tentara, 755 hakim dan jaksa serta 650 warga sipil. Sementara itu, 30 gubernur dan puluhan pejabat lainnya dipecat.

Di bidang pendidikan, ia menutup dan mengambil alih asset 15 perguruan tinggi, 934 sekolah, 109 asrama mahasiswa, belum lagi ribuan asosiasi dan yayasan.

Semuanya terkait pada satu nama yang dituduh Erdogan, yaitu Fethullah Gülen, yang namanya justru masyhur sebagai Bapak Pendidikan Global Turki, yang mendirikan ribuan sekolah di seluruh dunia sejak awal 1990-an.

Maka, betapa kagetnya kami semua keluarga besar Sekolah Pribadi Depok, ketika baru minggu pertama tahun ajaran baru kami sudah dikagetkan  rilis resmi Pemerintah Turki yang disampaikan lewat Kedutaan Besar Republik Turki (KBRT) di Jakarta.

Rilis yang muncul di laman resmi KBRT pada 28 Juli 2016 itu menyebutkan Sekolah Pribadi Depok, Sekolah Pribadi Bandung, Sekolah Semesta Semarang, Sekolah Kharisma Bangsa, Sekolah Kesatuan Bangsa, Sekolah Fatih Banda Aceh, dan Sekolah Teuku Nyak Arif Fatih Banda Aceh, adalah 9 sekolah di Indonesia yang harus ditutup karena terkait dengan organisasi teroris yang dipimpin Gülen.

Dua hari berturut-turut setalah rilis itu, sekolah dibanjiri puluhan wartawan, dan hampir bersamaan kami para orang tua menerima penjelasan resmi lewat surat tercetak dan email.

Salut dengan pihak sekolah yang menanggapinya dengan tenang dan tidak panik. Belajar-mengajar pun tetap berlangsung seperti biasa, walaupun para siswa dijenguk puluhan orang asing yang mengambil gambar di dalam kelas. 

Untunglah semua menjadi jelas ketika harian Kompas  edisi 30 Juli 2016 menurunkan berita utama di halaman 1, “Indonesia Menolak Permintaan Turki. Sembilan Sekolah Dilindungi”.

Berita itu diikuti tulisan kolom Guru Besar Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Komaruddin Hidayat, di halaman 7 pada hari yang sama, “Islam di Garis Batas”.

Tulisannya dengan sangat lugas memberi latar belakang peristiwa dan sejarah perkembangan pendidikan global di Turki dan kaitannya dengan pendidikan di 160 negara, termasuk Indonesia. Sesuatu yang sebelumnya sangat jarang, bahkan tidak pernah ditulis oleh media.

“Kami, sekolah-sekolah yang didirikan dengan ijin dari Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten setempat juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, dan dikelola oleh Yayasan-Yayasan yang berbadan hukum Indonesia (terdaftar dan mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia) sehingga keberadaannya tunduk dan taat terhadap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, bukan peraturan perundangan yang berlaku di negara lain,” demikian bunyi sebagian rilis resmi sekolah yang kami terima.

Huru-hara berita penutupan sekolah dengan segera lenyap, ketika Presiden Jokowi dengan tegas menolak pemerintah Turki untuk ikut campur urusan dalam negeri Indonesia.

Sekolah-sekolah kami dilindungi negara, karena berbadan hukum Indonesia dan telah mendapat izin oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 1995.

Mengapa Memilih Sekolah Pribadi?

Tulisan pendek saya ini cuma ingin menggarisbawahi betapa piciknya mengaitkan sekolah –institusi pendidikan- dengan ambisi politik seseorang. Apalagi itu urusan perebutan kekuasaan puncak di negara lain.

Dan, lebih picik lagi bila tuduhan yang jahat itu dipercaya oleh kalangan luas –orang Indonesia juga- tanpa pernah mencari bahan bacaan atau sumber tepercaya tentang sekolah-sekolah kami.

Kompas.com/Robertus Belarminus Sekolah SD-SMP-SMA Pribadi Depok, di Jalan Raya Margonda, Depok. Jumat (29/7/2016)
Saya juga ingin menjawab banyak sekali pertanyaan tentang profil sekolah ini, dan bagaimana sejarah keterlibatan Turki dalam beberapa muatan mata ajar di sekolah. Sesuatu yang sebenarnya bisa saja dicari dengan mudah dan dibaca dalam laman resmi sekolah atau link yang saya sertakan di akhir tulisan ini.

Namun, pengalaman saya rasanya menjadi catatan tulus dan jujur tentang apa yang diperoleh anak-anak kami selama menjadi siswa Sekolah Pribadi Bilingual Boarding School Depok.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com