JAKARTA, KOMPAS.com - Kesiapan sumber daya manusia (SDM) Indonesia untuk mencapai target ekonomi digital masih menjadi kendala besar. Indonesia masih sangat kekurangan SDM kompeten untuk mengelola industri TIK.
Demikian dikatakan Ketua Komite Penyelarasan Teknologi Informasi dan Komunikasi (KPTIK) pada diskusi "HUT ke-71 Kemerdekaan RI dan Belum Merdekanya Industri dan Pendidikan Teknologi, Informasi dan Komunikasi di Tanah Air" di kantor Cyber Maestro Center, Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Dedi menyoroti dua masalah atau isu utama pada dunia TIK di Indonesia saat ini. Pertama definisi TIK yang masih carut-marut. Kedua kesiapan SDM untuk menyambut gegap gempitanya pesta-pora dalam industri TIK itu sendiri.
"Banyak salah kaprah membuat defini soal e-warung, smart city, digital business, dan banyak lagi yang lainnya. Semua orang bisa membuat definisi sendiri, padahal belum tentu definisi itu benar. Anehnya tidak ada mau teriak soal definisi-definisi ini," ujar praktisi TIK tersebut.
Untuk itu, lanjut Dedi, para praktisi TIK yang tergabung dalam KPTIK perlu menyelaraskan kesalahpahaman tersebut, termasuk soal ekonomi digital itu sendiri.
"Soal TIK ini belum satu suara, itu dari hulu ke hilir. Strategi tidak kelihatan, padahal master plan TIK ini sudah dibuat, tapi tidak ada implementasinya, sementara ekonomi digital itu sudah digagas dan ada targetnya," kata Dedi.
Seperti diketahui, pada saat berkunjung ke Amerika Serikat bulan Februari 2016 lalu, Presiden mengangkat konsep ekonomi digital sebagai topik utama. Nilai potensi ekonomi digital Indonesia pada 2020 akan mencapai 130 miliar dollar AS atau sekitar Rp 169 triliun dengan kurs Rp 13.000 per dollar AS. Jika konsep itu berjalan dengan baik, nilai itu akan tercapai.
"Tapi bagaimana caranya untuk mencapai itu, ya lewat SDM yang mumpuni. Ekonomi digital kan butuh banyak SDM, dalam hal ini adalah lulusan SMK yang paling tepat dijadikan operator digital itu," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, ada sekitar 4,4 juta siswa SMK yang bisa menjadi generasi siap pakai. Tenaga kerja lulusan SMK itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh pemerintah dalam mewujudkan visi ekonomi digital itu secara cepat, selain ada sumber SDM melalui BLK (Balai Latihan Kerja) dengan menyasar generasi muda tamatan SD/SMP yang merupakan 62% dari angkatan kerja.
"Sebaliknya, kondisi yang ada sekarang ini banyak lulusan SMK belum terserap industri, malah ingin kuliah. Mau kemana mereka setelah lulus bersaing dengan SMA? Di sisi lain, kesiapan guru dan kurikulum yang ssesuai tandar industri TIK masih harus dibenahi. Untuk itu, butuh pelatihan-pelatihan khusus untuk mengejar akselerasi itu," papar Dedi.
Victor Terinathe, Wakil Ketua Standar Kompetensi KPTIK, menambahkan bahwa dirinya menampik bahwa selama ini antara sektor pendidikan dan industri TIK telah terjadi link and match. Menurut dia, semua pihak masih jalan sendiri-sendiri, antara pemerintah, swasta dan lembaga pendidikan.
"Sekarang ini Indonesia butuh investasi asing dan itu sudah terbukti dengan banyaknya investor asing di sektor TIK. Tapi, kita lupa, bahwa yang diperlukan untuk mendukung investasi itu adalah operator, dalam hal ini tenaga siap pakai yang banyak dan terlatih. Mereka adalah siswa SMK dan SDM kita di balai-balai latihan kerja (BLK)," kata Victor.
Ada sekitar satu juta pelajar SMK yang lulus dari sekolahnya setiap tahun. Mereka tidak hanya ada di kota, tapi juga di desa-desa di seluruh Tanah Air. Para pelajar SMK itulah yang perlu disiapkan menjadi operator ekonomi digital Indonesia, selain generasi muda di pedesaan yang juga bisa diberdayakan.
"Di sinilah kami menyiapkan mereka, membuat sertifikasi agar mereka punya kompetensi. Jangan sampai investasi asing masuk, tapi tenaga operatornya juga diimpor dari asing," ujarnya.
Saat ini KPTIK didukung hampir semua organisasi di bidang TIK dan para pakar TIK dari segala bidang, mulai software dan hardware, internet, telekomunikasi dan banyak lagi. Komite ini baru saja menggagas berdirinya "Cyber Maestro Center" atau CMC.
CMC dirancang sebagai training for trainer dari para "maestro" TIK di bawah koordinasi KPTIK untuk para guru dan pelatih serta generasi muda yang mau masuk ke dunia TIK.
"Butuh dukungan SDM yang kuat di segala bidang untuk membuat sebuah produk startup bisa menjadi viral macam Facebook, Twitter, Google, yang dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, dan bisa meraup pendapatan. Inilah yang akan kami mulai di sini," ujar Fanky, Ketua Pokja "Maestro Class & Maestro Teacher Program".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.