Pernahkah kita mengalami kejadian di mana kita merasa dirugikan oleh orang atau situasi? Sering. Menariknya, kita sering pula menceritakan kejadian itu.
Ini salah satu contoh kejadian yang saya alami. Bulan lalu saya ke Bengkulu. Hari itu hari Senin. Pesawat saya jadwalnya pukul 7.30. Maka saya putuskan untuk berangkat pukul 4.45 dari rumah. Menurut perhitungan saya bisa tiba di bandara pukul 6.45.
Hari itu hari sial saya. Baru beberapa menit masuk di jalan tol, saya sudah bertemu dengan kemacetan. Mobil berjalan merayap.
Walhasil, menjelang pukul 7.30 saya baru tiba di daerah Puri Kembangan. Saya sudah terlambat, pikir saya. Tapi saya teruskan saja perjalanan ke bandara, apa boleh buat, saya harus menunggu penerbangan berikutnya.
Tiba di bandara pukul 7.45 saya mengadu nasib, datang ke bagian check in, berharap siapa tahu pesawatnya belum berangkat. Ternyata benar, menurut petugas check in, pesawat belum berangkat. Tapi dia tidak bisa memproses check in saya.
“Bapak harus ke konter itu,” katanya memberi petunjuk.
Saya ikuti. Di konter yang dituju petugas yang saya hubungi seperti tidak serius melihat ke komputernya, kemudian berkata bahwa saya sudah tidak bisa check in lagi.
Mengesalkan, bukan? Saya sudah berangkat subuh, mengantisipasi kemacetan, ternyata akhirnya ketinggalan pesawat.
Saya adalah korban kemacetan, juga korban petugas konter yang tidak kooperatif. Cerita ini kita sebut saja cerita korban.
Coba ingat kejadian serupa yang menimpa diri Anda. Anda pasti merasakan kekesalan yang serupa pula dengan saya.
Kita sering mengalami kejadian-kejadian seperti ini. Artinya, kita sering menjadi korban situasi, atau tindakan orang lain. Kita semua punya kisah korban tadi.
Nah, mari kita ulangi cerita tentang kejadian yang sama, tapi dengan sudut pandang yang berbeda. Coba kita gali dari cerita tadi dari hal-hal yang sebenarnya bisa kita lakukan untuk mencegah kejadian tidak enak tadi, tapi tidak kita lakukan.
Dalam menceritakan kisah korban, kita biasanya bercerita tidak utuh. Kita memulai cerita dengan mengumpulkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa kita ini korban. Banyak fakta lain yang kita abaikan.
Dalam kejadian tadi, saya sebenarnya sudah bangun pukul 4 pagi. Saya tahu betul bahwa hari Senin adalah hari di mana jalan macet luar biasa. Karena itu saya antisipasi.
Pukul 4.30 sebenarnya sudah siap. Tapi saya agak sedikit santai, karena biasanya jalan baru macet setelah pukul 5. Jadi saya putuskan untuk menunggu sambil melakukan beberapa hal tak penting. Pukul 4.45 baru saya berangkat.