Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

"Passion" Itu Bukan Agama

Kompas.com - 28/09/2016, 08:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Dalam sebuah kuliah di depan para mahasiswa saya pernah mendapat pertanyaan soal passion. “Saya ingin bekerja sesuai passion saya. Bagaimana bila pekerjaan yang tersedia ternyata tidak sesuai passion saya? Saya bekerja, tapi tidak menikmatinya. Mungkin saya tidak akan betah.”

Saya jawab dengan petanyaan balik. “Bisakah kamu makan passion-mu?”

“Tidak.”

“Bisakah kamu bayar uang kos pakai passion?”

“Tidak.”

“Bisakah kamu traktir pacar kamu dengan passion?” 

“Tidak.”

“Kalau begitu, lupakan passion kamu. Kamu sekarang butuh kerja untuk bertahan hidup. Passion itu barang mewah, bukan kebutuhan primer. Bekerjalah apa saja, yang penting kamu hidup mandiri. Urus passion kamu nanti, kalau sudah mapan.”

Saya tidak sedang mengatakan bahwa kita tidak perlu punya passion. Saya juga tidak bilang tidak perlu bekerja dengan passion. Sangat perlu. 

Saya hanya hendak mengatakan, jangan jadikan passion sebagai alat bunuh diri. Memilih menganggur, atau bekerja tanpa masa depan atas nama passion menurut saya naif.

Oke, Anda punya passion. Carilah kerja sesuai passion itu. Cari sampai dapat. Kalau tidak dapat bagaimana? Cari lagi, sampai dapat. Kalau tidak dapat juga bagaimana? Lakukan sesuatu dengan passion itu sampai Anda dapat uang. Sadarkah Anda bahwa usaha keras untuk membuat passion itu berharga ada sebuah passion juga?

Ya, banyak orang konyol, mengaku punya passion tetapi hidup tanpa passion. Ia hidup hanya menunggu. Menunggu kebetulan yang membawakan passion ke pangkuannya, atau mencari sekadarnya saja.

Itu salah. Kalau Anda punya passion, maka perjuangkanlah sampai passion itu mengantarkan Anda kepada kesuksesan. Orang yang menganggur terlunta-lunta dengan alasan tidak menemukan pekerjaan sesuai passion, boleh jadi hanya seorang pecundang pemalas yang menutupi kemalasannya dengan dalih passion.

Namun, bagaimana bila memang tidak menemukan pekerjaan sesuai passion tadi? Seperti saya katakan tadi, lupakan. Bertahan hidup lebih penting. Passion bisa diurus belakangan.

Akan tetapi, sebentar. Apa sih passion itu? Apakah ia seperti agama yang tak boleh diganti-ganti?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com