Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Era MEA, Bekali Anak Biar Tak Cuma Jadi Penonton di Negeri Sendiri!

Kompas.com - 30/09/2016, 13:48 WIB
Cahyu Cantika Amiranti

Penulis


KOMPAS.com
—Terbayangkah menumpang taksi dari Jl MH Thamrin ke Blok M disopiri oleh lelaki asal Filipina? Atau, pernahkah terpikir akan makan gudeg hasil racikan koki asal Vietnam? Jangan-jangan pula, guru, dosen, dan beragam pekerjaan yang butuh keahlian juga begitu?

Jangan salah, bayangan-bayangan itu bisa benar-benar jadi kenyataan. Semua berawal dari berlakunya kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak 2015.

Kesepakatan tersebut merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia. Nah, salah satu yang harus diantisipasi adalah kesiapan tenaga kerja seperti ilustrasi di atas. Kenapa?

Kesepakatan MEA mencakup banyak hal. Di antaranya adalah membuka peluang bagi tenaga kerja untuk bekerja di negara lain sesama anggota ASEAN tanpa persyaratan rumit.

Bila tenaga kerja dalam negeri tak mampu bersaing, tinggal tunggu waktu pekerja asing mendominasi beragam pekerjaan di dalam negeri.

Data Badan Pusat Statistik (BPS), misalnya, mencatat sudah ada kenaikan pekerja asing—sekalipun paruh waktu—yang masuk ke Indonesia, dari 14.550 pekerja pada akhir 2015 menjadi 25.238 orang pada Januari 2016.

Kesepakatan sudah berjalan, apa langkah yang harus dilakukan untuk menyikapi tren tersebut?

Seperti dikutip dari situs web presidenri.go.id, Presiden Joko Widodo menegaskan 2016 merupakan tahun percepatan pembangunan. Percepatan ini termasuk untuk menyikapi tantangan global dan MEA sebagai salah satunya.

Pemerintah, kata Presiden, menyiapkan tiga langkah terobosan terkait percepatan pembangunan itu.

Pertama, percepatan pembangunan infrastruktur. Kedua, penyiapan kapasitas produktif dan Sumber Daya Manusia (SDM). Ketiga, deregulasi dan debirokratisasi,” ungkap Presiden seperti dikutip situs web tersebut.

Thinkstock/Jetta Productions Ilustrasi pelajar dan sumber daya manusia

Pembangunan kapasitas SDM, lanjut Presiden, adalah syarat mutlak untuk bisa berhadapan dengan kompetisi global. Jangan sampai, ujar dia, SDM Indonesia malah hanya jadi penonton dalam perlombaan ekonomi global, di negeri sendiri pula.

"Indonesia harus ikut berlomba dan harus menjadi pemenangnya,” tegas Presiden.

Peluang

Bicara SDM, kapasitas yang harus disiapkan tak hanya pengetahuan ilmiah dan teoritis (hard skill) tetapi juga kecerdasan dan kepekaan sosial (soft skill). Pintar-pintar memilih lembaga pendidikan, bisa jadi cara menyiapkan generasi penerus bangsa.

Indikator yang bisa dipakai untuk menakar bobot suatu lembaga pendidikan antara lain adalah sistem pengajaran yang dipakai.

Sampoerna Academy, misalnya, menerapkan sistem pendidikan Amerika berbasis STEAM . Sistem ini disebut dapat mendorong kapasitas dan kompetisi anak didik di institusinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com