Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Terjebak dalam Mimpi

Kompas.com - 06/12/2016, 12:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Ada seorang teman di masa lalu saya. Sebenarnya tidak begitu pas bila saya sebut teman. Saya dulu pernah tinggal di asrama milik pemerintah daerah waktu kuliah. Setahun saya tingal di situ. Salah satu penghuni asrama itulah yang hendak saya ceritakan. Ia bermimpi ingin pergi ke Jepang.

Keinginan dia untuk pergi ke Jepang itu terlihat sangat jelas. Ia belajar bahasa Jepang dari sebuah kursus. Kegiatannya itu sempat menginspirasi beberapa anak lain untuk ikut kursus pula.

Di kamarnya ada peta, yang mencakup wilayah Indonesia sampai Jepang. Ia menancapkan pin pada kedua peta tersebut. Satu di Jakarta, satu lagi di Tokyo. Kedua pin itu ia hubungkan dengan seutas benang. Peta itu menyimbolkan keinginan dia untuk pergi ke Jepang tadi.

Berhasilkah ia pergi? Tidak. Apa masalahnya? Detilnya saya tak tahu, karena saya tidak berteman akrab dengan dia. Tapi kesalahan mendasar dia menurut saya adalah hidup tanpa perencanaan.

Saat saya masuk asrama dia sudah tergolong mahasiswa senior, artinya paling tua. Ketika orang-orang yang lebih muda dari dia bersusulan lulus, ia tak kunjung lulus. Bahkan ketika 6 tahun kemudian saya lulus, ia belum kunjung lulus juga. Kabar terakhir saya dengar ia meninggal, kurang lebih 2 tahun setelah saya lulus.

Banyak orang bermimpi, tapi tidak pernah bangun untuk mewujudkan mimpi itu. Ia hanya berangan-angan, dan terus begitu. Tidak sedikit pula berharap berbagai kebetulan akan mengantarkannya pada mimpinya. Padahal menggapai mimpi tak cukup hanya dengan itu.

Mimpi hanyalah permulaan. Mimpi memberi orang suatu tujuan. Dengan tujuan itu seharusnya orang membuat rencana. Kemudian menjalankan rencana itu, melakukan berbagai penyesuaian bila ada perubahan situasi di sekitar rencananya.

Kemudian memastikan setiap langkah dalam rencana itu dijalankan, dan berhasil mendekatkan ia pada tujuan. Dalam bahasa manajemen, ia harus melakukan PDCA cycle (Plan, Do, Check, Adjust) secara berkala, kalau perlu secara harian.

Kita perlu membuat peta menuju mimpi yang hendak kita tuju. Kita perlu mengenali peta itu pada setiap langkah yang akan kita tempuh. Pada setiap langkah pada peta itu, kita mesti tahu apa yang kita butuhkan untuk setiap langkah kita selanjutnya.

Maka lengkapi diri kita dengan segala sesuatu yang diperlukan tersebut. Dengan mekanisme PDCA tadi kita lakukan evaluasi di mana posisi kita saat ini, dan sudah berapa dekat kita dengan mimpi yang hendak kita tuju.

shutterstock ilustrasi
Tidak sedikit orang yang menganggap mimpi akan terwujud oleh faktor keberuntungan. Keberuntungan ia anggap sebagai berbagai kebetulan yang secara ajaib membuat seseorang mencapai apa yang ia inginkan.

Ia pun hanya melihat orang-orang yang berhasil mencapai mimpinya dengan cara itu. Bahwa orang-orang itu berhasil karena berbagai kebetulan ajaib tadi.

Dalam hidup kita mungkin sering melihat seseorang yang diterpa begitu banyak kejaiban yang mengantarkannya ke jenjang sukses.

Bila keajaiban itu tidak datang pada kita, maka kita akan meratap, bahwa Tuhan tidak memberi kesempatan sebagus yang diterima oleh orang-orang sukses itu.

Ini adalah cara pandang orang-orang yang terjebak dalam mimpinya, tanpa pernah terbangun untuk mewujudkannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com