Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Bersyukur Itu Menemukan Diri Sendiri

Kompas.com - 17/01/2017, 13:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Ada teman saya yang dengan sinis mengatakan,”Bersyukur itu ndingkluk. Artinya merendahkan standar harapan kita. Dengan begitu, kita akan merasa bahwa kita sudah mendapat lebih. Lalu kita merasa senang.”

Contohnya, kita lihat orang-orang miskin, atau orang-orang yang hidupnya menderita. Lalu kita lihat diri kita, ternyata kita lebih baik. Lalu kita merasa senang. Itulah bersyukur.

Pernah saya temukan meme yang menjengkelkan. Isinya tentang anak yang (terpaksa) berjualan, untuk menyambung hidupnya. Meme diakhiri dengan pertanyaan, masihkah kamu tidak bersyukur?

Lha, apa hubungannya? Orang diajak bersyukur setelah melihat penderitaan orang lain. Bersyukur artinya merasa senang bahwa kita tidak menderita seperti dia. Syukur macam apa itu?

Suruhan untuk bersyukur juga sering datang ketika seseorang tidak puas dengan keadaannya. “Sudah, jangan banyak menuntut, syukuri yang sudah kau dapat!”

Apakah bersyukur bermakna bahwa kita tidak boleh berharap mendapat yang lebih baik lagi? Apakah menginginkan yang lebih baik selalu bermakna bahwa kita tidak bersyukur atas apa yang kita dapat?

Bagi saya, bersyukur tidak begitu maknanya. Bersyukur itu menyadari diri kita sendiri. Coba lihat diri kita. Kita punya tubuh, seadanya tubuh kita ini. Kita punya 2 tangan, 2 kaki, dan berbagai organ lain.

Ada yang hanya punya 1 tangan, atau bahkan tidak punya tangan. Juga ada yang hanya punya 1 kaki, atau tidak punya kaki. Setiap orang mengenali dirinya, secara apa adanya. Inilah saya. Saya adalah saya, bukan orang lain.

Lalu, kita lihat diri kita lebih lanjut. Apa lagi yang kita miliki? Ada yang pandai matematika. Ada yang pandai main musik. Ada pula yang kuat badannya, mampu lari cepat, lari jauh, atau kuat mengangkat barang. Masing-masing orang punya kelebihan. Temukan kelebihan kita sendiri.

Banyak orang yang tidak tahu apa kelebihannya. Ia menjadi orang yang biasa saja, atau bahkan menganggap dirinya terbelakang. Lalu ia menjadi rendah diri. Ia tak merasa layak berdiri bersama manusia lain. Ia mungkin protes pada Tuhan. “Kenapa Kauciptakan aku seperti itu?”

Protes itu tak akan pernah mengubah keadaannya. Yang akan mengubah keadaan adalah cara dia memandang dirinya sendiri.

Pernah saya lihat acara di TV Jepang. Acara ini memberi kesempatan kepada orang-orang yang merasa ada bagian tubuhnya yang ingin ia ubah. Setelah diseleksi, yang disetujui akan dibiayai untuk melakukan operasi plastik.

Dalam suatu episode, ada gadis remaja yang merasa mukanya jelek. Ia ingin operasi plastik. Para pengisi acara itu tidak serta merta meluluskan permintaannya. Yang “dioperasi” justru mental gadis itu. Dengan sedikit polesan kosmetik, mereka berhasil membuat gadis itu tampil cantik. Ia diyakinkan bahwa ia sama sekali tidak jelek. Kemudian ia menjadi percaya diri.

Begitulah. Kita sering lebih sensitif menemukan kekurangan-kekurangan kita, ketimbang menemukan kelebihan kita. Kita lebih sering mencoba menyembunyikan kekurangan, ketimbang menunjukkan kelebihan.

Saking sibuknya kita dengan kekurangan, kita merasa bahwa diri kita penuh dengan kekurangan. Kita gagal menemukan kelebihan kita. Lalu kita mengeluh, protes pada Tuhan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com