SURABAYA, KOMPAS.com - Samsung Electronics Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Selasa (29/8/2017), meresmikan program Samsung Tech Institute (STI) di 20 Sekolah Menengah Kejuruan di Jawa Timur. STI memberikan pelatihan dasar elektronika untuk memperkaya kurikulum di 20 SMK tersebut.
Ke-20 SMK tersebut adalah SMK AI Huda Kediri, SMK Islam 1 Blitar, SMK Ma'arif Batu, SMK PGRI 1 Pasuruan, SMK PGRI 1 Nganjuk, SMK Taruna Balen Bojonegoro, SMK Turen Malang, SMK Muhammadiyah 1 Nganjuk, SMK Muhammadiyah 1 Surabaya, SMK Muhmmadiyah 2 Genteng Banyuwangi, SMK Muhammadiyah 5 Babat Lamongan, SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi Malang, SMK Negeri 1 Gempol Pasuruan, SMK 2 Negeri Malang, SMK Negeri 1 Geger Madiun, SMK Walisongo 2 Gempol, SMK Negeri 1 Bandung Tulungagung, SMK Negeri 1 Bendo Magetan, SMK BP Subulul Huda Madiun, dan SMK Negeri 1 Wonosari Madiun.
"Tujuannya ingin menciptakan lulusan yang semakin berkualitas yang dapat diserap langsung oleh industri," ujar KangHyun Lee, Vice President Corporate Affairs PT Samsung Electronics Indonesia, kepada media.
Lee mengatakan, Samsung perlu bekerjasama dengan Pemprov Jawa Timur untuk menjalankan STI, karena upaya ini selaras dengan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang revitalisasi SMK dan program Kementerian Perindustrian, yaitu meningkatkan kualitas keterampilan lulusan SMK untuk langsung terjun ke dunia kerja.
Ada empat poin yang menjadi fokus revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang diamanatkan dalam Instruksi Presiden No 9 tahun 2016, yaitu revitalisasi kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, kerja sama dan lulusan. Sayangnya, menurut Lee, kurikulum untuk jenjang SMK seringkali dianggap kurang sesuai dengan kebutuhan yang ada di dunia usaha dan industri.
Hingga 2019 nanti pemerintah menargetkan bisa memajukan kualitas 1.775 SMK, yang meliputi 845.000 siswa, salah satunya melalui program Pendidikan Vokasi Industri, kerjasama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Untuk tahap pertama, program difokuskan pada SMK di area pulau Jawa.
"Di Jawa Timur sendiri ada lebih dari 1900 SMK dan kami punya banyak pengetahuan untuk dibagikan kepada mereka, mulai cara memperbaiki smart phone, AC, kulkas dan lain-lain. Ini bentuk keahlian dasar yang dibutuhkan siswa SMK sebagai SDM siap pakai," kata Lee.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Saiful Rachman, pada kesempatan sama menambahkan bahwa untuk revitalisasi vokasional Jawa Timur sendiri sudah lebih dulu menerapkan fokusnya kepada siswa SMK. Hal itu setelah adanya moratorium SMA yang menerapkan 70 persen SMK, dan 30 persen SMA.
"Kami sudah membentuk kelas-kelas khusus dan mengajak industri untuk bekerjasama dengan pihak SMK. Contohnya Kelas PJB atau Kelas Pembangkit Jawa Bali, Kelas PLN, kelas Alfa Mart, dan seperti STI ini," ujar Saiful.
Saiful mengatakan, masih banyak siswa SMK di Jawa Timur yang menganggur setelah lulus sekolah. Dari 2000 SMK di provinsi itu, 290 di antaranya SMK swasta yang umumnya juga tidak terakreditasi.
Untuk itu, lanjut dia, target Dinas Pendidikan Jawa Timur yang fokus menerapkan kelas-kelas khusus ini adalah agar seluruh lulusan SMK di provinsi itu bisa mengantongi sertifikat Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP P1). Nantinya, selain skil yang terasah dan memegang ijazah kelulusan, para siswa juga dibekali sertifikat keahliannya yang sudah teruji oleh industri.
Terhitung sejak November 2016 lalu, dinas pendidikan provinsi ini juga berhasil mengantongi lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)-P2 dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Bisa dikatakan, ini merupakan dinas pendidikan pertama di Indonesia yang memiliki lembaga sertifikasi sendiri dengan jangkauan tingkat nasional.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur memang sejak awal sudah memiliki tiga modal penting, yaitu memiliki 210 LSP-P1 yang tersebar di SMK se-Jawa Timur. Asesornya ada sekitar 2000-an, ditambah 250 asesor LSP-P2 dan memiliki Tempat Uji Kompetensi (TUK) yang memadai.
"Dengan semua itu kami dapat memaksimalkan percepatan sertifikasi bagi lulusan SMK dan guru produktif. Karena LSP-P2 nantinya dapat menunjuk LSP-P1 menjadi tempat ujian kompetensi bagi sekolah lain dan LSP-P2 juga punya kewenangan untuk memberikan sertifikasi bagi calon tenaga kerja dari luar provinsi," ujarnya.
Saiful mengakui, bahwa indeks pembangunan manusia di Jawa Timur masih rendah, seperti misalnya di Madura dan Probolinggo. Ini tantangan buat kami, apalagi khusus SMK adalah sumber daya paling banyak yang siap kerja sehingga harus benar-benar dibekali," ucap Saiful.