JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Majelis Pengurus Pusat Asosiasi Dosen Indonesia (ADI), Prof. Dr. Armai Arief, mengatakan belum sepenuhnya industri memanfaatkan hasil riset penguruan tinggi yang jumlahnya sangat banyak. Penyebabnya adalah masih minimnya informasi dari riset tersebut
"Banyak dari hasil riset itu akhirnya hanya tersimpan rapi di perpustakaan-perpustakaan perguruan tinggi, padahal isinya inovasi yang akan memberikan manfaat bagi industri apabila dikomersialisasikan," ujar Armai di ajang penghargaan hasil riset dan inovasi perguruan tinggi di JCC Jakarta, Kamis (29/9/2017).
Penghargaan hasil riset dan teknologi tersebut merupakan rangkaian kegiatan Pameran Internasional IPTEK dan Inovasi Pembelajaan dari Berbagai Negara atau Global Education Supplies and Solution (GESS Indonesia). Bekerja sama dengan ADI dan Dirjen Penguatan Inovasi Ristekdikti, pameran dilaksanakan di JCC sejak Rabu27/9/2017) sampai Jumat (29/9/2017 ini.
Penghargaan ini, lanjut Armai, diberikan kepada dosen yang memberikan paparan hasil riset terbaik di hadapan dewan juri yang terdiri dari unsur pemerintah dan praktisi bisnis, terdiri dari Direktur Sistem Inovasi Kementerian Ristekdikti, DR. Ir. Ophirtus Sumule, DEA, Presiden Direktur PT Katama Suryabumi Kris Suyanto, Pengusaha Wanita Dewi Motik, serta Socentix CEO David Darmawan.
Armai mengatakan, belum banyak industri yang belum memanfaatkan inovasi karya anak bangsa membuat Indonesia dibanjiri produk impor dengan teknologi negara lain, padahal banyak dari teknologi tersebut serupa dengan hasil riset yang dikembangkan perguruan tinggi.
Armai yang juga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengatakan terkait dengan permasalahan tersebut ADI terpanggil untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk menjembatani penguruan tinggi dengan kalangan industri, hasilnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2016 diantaranya di sektor industri farmasi dan konstruksi.
Hal itu juga yang mendorong ADI menjalin kerja sama dengan Kemenristekdikti untuk menggelar pameran dan konferensi mengenai inovasi yang diikuti kalangan industri dan perguruan tinggi.
Padahal, Armai menambahkan bahwa regulasi yang dikeluarkan pemerintah untuk menjembatani industri dan perguruan tinggi sudah memadai, salah satu diantaranya kebijakan paten untuk memberikan perlindungan kepada penemu atau inovator yang karyanya dimanfaatkan dalam skala komersial.
Menurut Armai karya-karya inovasi itu sangat bermanfaat untuk mendorong industri merancang produk yang bisa berkompetisi dalam skala global.
"Kalau inovasi teknologi ini bisa didapat di dalam negeri dengan harga lebih terjangkau tentu akan menguntungkan bagi industri ketimbang harus mendatangkan teknologi dari luar," ujar Armai.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Katama Suryabumi Kris Suyanto, yang merupakan pemegang paten konstruksi sarang laba-laba, menambahkan agar produk inovasi dapat diterima industri harus diketahui terlebih dahulu siapa inovatornya, kemudian siapa yang membimbing (akademisi), serta siapa promotornya.
Kris mengatakan dalam tiga unsur tersebut peran promotor sangat kuat, dan semakin kuat setelah didukung regulasi pemerintah dan dilanjutkan dengan investasi.
" Kalau semua itu sudah dipenuhi, maka hubungan inovasi dengan industri akan berlangsung dengan baik," kata Kris.
Kris juga mengatakan, hasil karya inovasi dalam ajang penghargaan inovasi dari kalangan perguruan tinggi semuanya bagus. Namun, pihaknya kemudian memilih yang paling aplikatif bagi industri dan hanya 14 yang masuk nominasi. Dari jumlah itu kemudian diseleksi lagi menjadi empat terbaik.
"Salah satunya inovasi rumah yang dapat dibongkar pasang atau knock down. Ini sangat bagus dan harus dicarikan material yang tepat agar dapat dipergunakan untuk program satu juta rumah yang tengah dijalankan pemerintah," ujar Kris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.