Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar 1.000 Hari Pertama Kehidupan Anak Indonesia Tidak Sia-sia...

Kompas.com - 12/12/2017, 10:56 WIB
Aningtias Jatmika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lantunan musik dan nyanyian lagu "Kasih Ibu" yang ditampilkan sekitar 20 anak dari Pendidikan Anak Usia Dini Suryakasih dari Rusun Pulogebang dan Rusun Pinus Elok, Jakarta Timur, sukses membuat para hadirin senyum semringah sekaligus gemas.

Bagaimana tidak, meski beberapa anak terlihat saling bercanda, tidak fokus, dan sulit diatur, lagu "Kasih Ibu" tetap haru menggema di Pelataran Ramayana Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, pada Selasa (5/12/2017). Ditambah lagi, mereka membawakannya sambil memainkan angklung.

Anak-anak yang berusia antara 3-4 tahun itu tengah menjalani masa emasnya sebagai seorang manusia. Bahkan, pertumbuhan otak yang paling signifikan terjadi pada 1.000 hari pertama kehidupan atau pada usia 0-2 tahun.

Diwartakan Kompas.com, Minggu (18/12/2016), dokter spesialis anak konsultan tumbuh kembang, dr Bernie Endyarni Medise, SpA (K), mengatakan, berat otak bayi yang baru lahir rata-rata 400 gram.

Kemudian, pada usia 2-3 tahun, beratnya menjadi sekitar 1.100 gram. Saat dewasa, beratnya menjadi sekitar 1.400 gram.

Sekitar seratus anak dari Rusunawa Marunda mengunjungi Balaikota, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2014).KOMPAS.COM/FABIAN JANUARIUS KUWADO Sekitar seratus anak dari Rusunawa Marunda mengunjungi Balaikota, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2014).

Perkembangan pada periode itulah yang kemudian dilanjutkan dengan pendidikan pada usia dini hingga 6 tahun, yang kelak akan menentukan kualitas tumbuh kembang seorang anak hingga dewasa.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) memang telah lama menjadi perhatian pemerintah. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa negara memberikan layanan pendidikan kepada setiap warga negara sejak usia dini.

Hal ini dikuatkan oleh hasil temuan Asia Philanthropy Circle (APC) yang tertuang dalam laporan berjudul “Katalisasi Penghidupan Produktif: Panduan Intervensi Pendidikan Melalui Jalur Akselerasi untuk Skala Besar dan Dampak Maksimal”.

Pendidikan dan pengembangan anak usia dini menjadi salah satu dari empat bidang yang direkomendasikan untuk para pegiat filantropi yang tertarik berkontribusi untuk pendidikan di Indonesia.

“Tadinya kami hanya berfokus pada pendidikan jenjang TK hingga SMA. Namun, kami akhirnya melihat betapa pentingnya PAUD, jadi cakupan kami diluaskan,” kata Belinda Tanoto, anggota APC sekaligus Dewan Pembina Tanoto Foundation, saat berbincang dengan Kompas.com pada acara peluncuran laporan tersebut, Selasa (5/12/2017) di Hotel Kempinski Jakarta.

Belinda Tanoto (kiri) beserta Phillia Wibowo dari McKinsey & Company (dua dari kiri) dan Victor R. Hartono selaku Ketua APC Cabang Indonesia dan Presiden Direktur Djarum Foundation (dua dari kanan), memaparkan temuan mereka dalam laporan ?Katalisasi Penghidupan Produktif: Panduan intervensi pendidikan melalui jalur akselerasi untuk skala besar dan dampak maksimal? di Hotel Kempinski Jakarta, Selasa (5/12/2017)Aningtias Jatmika Belinda Tanoto (kiri) beserta Phillia Wibowo dari McKinsey & Company (dua dari kiri) dan Victor R. Hartono selaku Ketua APC Cabang Indonesia dan Presiden Direktur Djarum Foundation (dua dari kanan), memaparkan temuan mereka dalam laporan ?Katalisasi Penghidupan Produktif: Panduan intervensi pendidikan melalui jalur akselerasi untuk skala besar dan dampak maksimal? di Hotel Kempinski Jakarta, Selasa (5/12/2017)

Laporan “Giving Guide” yang merupakan hasil kolaborasi antara APC, perusahaan konsultan McKinsey & Company, serta penasihat strategi AlphaBeta ini memaparkan sejumlah hal yang bisa meningkatkan pendidikan dan pengembangan anak usia dini.

Memulainya dari awal adalah poin pertama yang disebutkan. Pemenuhan kebutuhan nutrisi haruslah efektif, terlebih pada 1.000 hari pertama anak.

Ada banyak akibat jika nutrisi pada masa emas ini tidak terpenuhi, misalnya stunting. Istilah tersebut merujuk pada keadaan ketika anak balita kekurangan gizi kronis sehingga tubuhnya terlalu pendek untuk usianya. Namun, stunting baru terdeteksi setelah anak berusia 2 tahun.

Pada tahun 2015, Kementerian Kesehatan melaksanakan studi Pemantauan Status Gizi (PSG) dengan sampel dari rumah tangga yang mempunyai anak balita di Indonesia.

Hasilnya, sebesar 29 persen anak balita Indonesia termasuk kategori pendek, dengan persentase tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat. Di dunia, Indonesia menduduki posisi ke-17 dari 117 negara terkait kondisi stunting, walau sudah menunjukkan penurunan dibanding tahun 2013.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com