KOMPAS.com - Membuat bisnis untuk para pemula bukanlah hal yang mudah, tapi bukan berarti tidak mungkin, termasuk bagi mahasiswa seperti Jaeysen Canily.
Tiga tahun lalu, Jaeysen Canily adalah mahasiswa baru yang tidak punya pengalaman berbisnis.
Beruntung, lingkungan kuliah, mulai teman-teman dan dosennya berjiwa sekaligus memiliki pemikiran bisnis sehingga dapat membantunya merintis bisnis yang ia inginkan, yaitu sepatu kulit.
Mahasiswa jurusan kewirausahaan angkatan 2015 itu mengaku, sebelum kuliah dirinya tak punya pengalaman sama sekali di bidang industri sepatu atau fashion.
“Modal saya untuk memulai bisnis ini hanyalah konsep di kepala saya dan kemauan untuk merealisasikannya," ujar Jaeysen melalui pesan WhatsApp, Sabtu (17/3/2018).
Bahan-bahan dan keperluan untuk membuat sepatu sesuai keinginannya seperti sol dalam, sol luar, kulit luar dan kulit dalam dicari dengan cara mendatangi banyak toko. Tujuannya supaya menemukan kualitas terbaik.
Tak hanya itu, tantangan pun muncul saat mencari mitra dan supplier yang tepat agar bisa memproduksi sepatunya dalam skala besar, termasuk soal mengutamakan kualitas bagus.
Semua itu ia tekuni sejak 2016 dan akhirnya sepatu kulit berkualitas tinggi dengan model klasik bisa diluncurkan dengan sistem pre-order pada 2-14 Juni 2017. Sepatu itu diberi label Cadmus.
"Paling membantu banget saya diajari cara membuat proposal dan presentasi untuk investor. Misalnya, mereka butuh apa dan fokus (investasi) ke mana," katanya.
Dengan kemajuan bisnisnya, brand Cadmus buatan mahasiswa Podomoro University ini menjadi salah satu bisnis yang lolos Expo Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia (KMI) di Pontianak, Kalimantan pada 22-25 November 2017 lalu.
Secara keseluruhan, expo KMI yang diselenggarakan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek dikti) itu bertujuan memperkenalkan bisnis buatan para mahasiswa dengan menghadirkan sebanyak 100 bisnis dari berbagai perguruan tinggi.
Tiga di antaranya berasal dari Podomoro University, termasuk bisnis sepatu brand Cadmus buatan Jaeysen. Lebih dari itu, ketika expo, Jaeysen pun berhasil menggaet investor.
Jiwa entrepreneur di kalangan muda
Kemauan mahasiswa untuk berwirausaha seperti Jaeysen memang patut didorong, sebab angka wirausahawan di Indonesia sendiri masih minim.
Berdasarkan data sensus ekonomi BPS pada 2016, saat ini jumlah wirausaha sebanyak 7,8 juta jiwa atau sebesar 3,1 persen dari jumlah penduduk.
Rasio tersebut masih lebih rendah dibandingkan negara lain seperti Malaysia 5 persen, Cina 10 persen, Singapura 7 persen, Jepang 11 persen dan Amerika Serikat 12 persen.
Menurut Kamrussamad, ketua BPP Himpunan Pengusaha KAHMI (Hipka), Sumber Daya Manusia (SDM) yang bermental entrepreneur bisa menciptakan SDM tangguh dan juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan.
"Indonesia membutuhkan banyak SDM muda berkualitas dan kuat dari sisi kewirausahaan, sebab kekuatan itu perlu untuk mendukung kesiapan menjalankan skenario pertumbuhan ekonomi tinggi menuju negara berpendapatan tinggi pada 2035," jelas Kamrussamad dilansir dari Kompas.com, Selasa (7/11/2017).
Untuk itu, kemauan berwirausaha ini juga perlu didukung dari lingkungan pendidikan. Mengutip dari Kompas.com, Kamis (28/09/2017) Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Agus Muharram juga berharap perguruan tinggi tidak hanya menerbitkan lulusan sarjana unggul tetapi juga melahirkan wirausaha muda yang berdaya saing.
Karenanya, Agus meminta perguruan tinggi berperan membantu pemerintah dalam memupuk jiwa kewirausahaan, terutama di kalangan generasi muda.
Tak hanya mahasiswa jurusan kewirausahaan yang mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa 9 program studi lain seperti Hukum Bisnis, Arsitektur, Desain Produk, Akuntansi, dan Teknik Lingkungan juga mendapatkannya.
Seluruh mahasiswa pada tahun pertama dari berbagai program studi akan digabungkan dan terbagi dalam beberapa kelompok untuk bekerja sama menyusun sebuah proyek. Melalui proyek tersebut mahasiswa secara langsung belajar berwirausaha baik dengan cara membuat produk atau jasa.
Selain itu, institusi pendidikan tinggi itu juga memiliki Podomoro University Center of Entreprenurial Leader atau PUCEL sebagai tempat mahasiswa berdiskusi, mengembangkan bisnis dan mendapat mentor. Bila setelah tahun pertama mahasiswa serius untuk meneruskan project atau wirausahanya, akses dan kesempatan untuk melebarkan bisnis pun bisa dicapai melalui wadah ini.
Selebihnya, mahasiswa pun belajar dengan metode experiental learning yang diadaptasi dari Babson Global. Jadi, mahasiswa ditantang lebih aktif dalam menghadapi persoalan langsung dari aneka project yang diberikan dosen.
Pengetahuan mahasiswa harus sejalan dengan kemampuannya mengatasi masalah sehingga mental entrepreneur bisa terbentuk.
Kepala Podomoro University Center of Entrepreneurial Leader (PUCEL) meyakini bahwa jiwa kewirausahaan tersebut penting ditanamkan agar bisa menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk maju.
"Kalau belajar kewirausahaan banyak kreativitas yang bisa menjadi modal, misalnya mengembangkan kekayaan budaya lokal seperti batik dan makanan," katanya saat ditemui Kompas.com pada Jumat (16/3/2018).
Dengan dukungan pendidikan yang tepat, kemampuan berbisnis pun bisa lebih matang. Bisnis-bisnis buatan mahasiswa yang sudah ada pun bisa berkembang lebih maju lagi.