KOMPAS.com - Berjalan maju dan mundur, serta bergerak ke kiri dan ke kanan dengan lampu menyala terang. Robot Iron Man setinggi 20 sentimeter itu membuat Khalid asyik bermain sendiri.
Sudah setahun belakangan, bocah berusia 3,5 tahun ini menunjukkan ketertarikan yang besar kepada robot ketimbang mainan lain. Baginya, robot adalah mainan yang canggih. Apalagi jika itu berbentuk karakter superhero kesukaannya, seperti robot Iron Man tersebut.
Memang, robot telah lama menjadi sahabat bermain anak-anak, terutama pada usia balita atau sering disebut early years.
Pada usia 0-5 tahun, ketika anak-anak berada dalam masa emasnya (golden age), rasa ingin tahu mereka begitu besar. Benda-benda canggih dan futuristik seperti robot selalu mampu membuat mereka berdecak kagum.
Menurut catatan sejarah, robot mainan anak-anak pertama kali dibuat pada tahun 1938. Laman Collectors Weekly menulis, robot berwarna kuning buatan Jepang ini diberi nama Liliput. Robot ini dapat berjalan jika sekrup di bagian belakang tubuhnya diputar.
Meskipun memiliki bentuk yang kecil—hanya memiliki tinggi sekitar 15 sentimeter, Liliput berhasil mencatatkan perkembangan besar pemanfaatan robotika pada mainan anak-anak.
Robot mainan lainnya yang juga menorehkan sejarah adalah Robert. Robert merupakan robot mainan pertama buatan Amerika Serikat. Eksis pada era 1950-an, Robert yang memiliki tinggi 35 sentimeter menjadi robot sahabat anak-anak yang bisa berputar, mengucapkan beberapa frasa, dan menggenggam perkakas mekaniknya dengan dibantu sebuah remote control.
Perkembangan sains dan teknologi kemudian membuat robot kian berarti, membantu manusia menjalankan sejumlah fungsi. Bagi anak-anak, robot kini bukan lagi sekadar teman bermain, melainkan juga sebagai sarana untuk belajar.
Pada anak usia dini, misalnya, robot yang dapat bergerak-gerak merupakan media yang tepat untuk mengajarkan berbagai gerakan motorik, seperti berjalan, mengangkat tangan, berputar, atau menggelengkan kepala.
Robot bahkan mulai menjadi salah satu media pembelajaran yang paling menarik bagi anak-anak usia dini di sekolah. Hal ini salah satunya diterapkan oleh Sinarmas World Academy (SWA).
“Dulu (bagi anak-anak) robot sekadar mainan, tapi sekarang sudah dikembangkan untuk materi belajar dan mulai diperkenalkan pada anak-anak usia dini,” ujar Kelly Hon, Kepala Sekolah Early Years dan Elementary School SWA, saat bertemu Kompas.com, Selasa, 24 April 2018.
Dituturkan Kelly, teknologi kini begitu berkembang dengan pesatnya. Hal ini bisa dilihat dari pemanfaatan Artificial Intelligence (AI), termasuk pada robot, yang mulai memainkan banyak peran dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu, ia menilai bahwa pengenalan robotik perlu dilakukan sedini mungkin pada anak-anak, terlebih pada usia emas mereka.
Belajar pakai lebah
Dalam Early Years (EY) Programme yang menyasar anak-anak berusia dua hingga enam tahun, Sinarmas World Academy menggunakan sebuah robot berbentuk lebah atau yang dikenal dengan sebutan BeeBots (Bee Robots) sebagai salah satu media pembelajarannya.
Rovie Villa, guru Robotics Early Years Programme SWA, menjelaskan, BeeBots pada dasarnya merupakan robot yang menggunakan pemrograman berbasis arah.
Dengan menekan tombol di bagian atasnya, robot berwarna kuning ini dapat bergerak ke empat arah berbeda, yakni kanan, kiri, depan, dan belakang.
Nah, dengan menggunakan BeeBots ini, pembelajaran mengenai pengukuran, angka, warna, literasi, juga konsep ruang menjadi lebih menarik dan menyenangkan, terlebih bagi anak-anak usia dini.
Sebagai media pendukung, Rovie juga menyiapkan sebuah lembar kerja berbentuk karpet persegi. Karpet-karpet ini akan berisi gambar sesuai materi yang hendak diajarkan.
Misalnya, ketika akan belajar mengenai bentuk ruang, Rovie akan menggunakan karpet dengan gambar-gambar bangun ruang, seperti persegi, persegi panjang, segitiga, dan lingkaran.
Peserta didik kemudian akan diminta untuk menunjukkan salah satu bentuk bangun ruang menggunakan BeeBots. Jadi, mereka akan memprogram sendiri bagaimana BeeBots ini akan berjalan dari garis awal menuju benda yang dimaksud.
Berapa langkah maju serta berapa langkah ke kiri atau ke kanan harus mereka perkirakan sendiri. Di sinilah, para peserta didik juga berlatih tentang arah, logika, dan kalkulasi sekaligus. Ini seperti halnya permainan teka-teki.
Rovie mengakui, pembelajaran yang berkolaborasi dengan permainan jauh lebih diminati dan membuat anak-anak betah berada di dalam kelas.
“Begitu masuk kelas, mereka akan sangat antusias dan berseru bahagia. ‘Yeay, hari ini kita belajar pakai BeeBots,’” cerita Rovie.
Dengan begitu, sambungnya, materi akan tersampaikan lebih baik. Hal yang terpenting adalah sambil menikmati usia bermain, beragam pembelajaran juga bisa terserap baik di masa emas mereka.