KOMPAS.com - Siapa tidak kenal kisah 'Matilda' karya Roald Dahl? Kisah ini bercerita tentang Matilda, anak jenius yang tidak pernah mendapat perhatian orangtuanya.
Orangtuanya tidak pernah tahu kalau Matilda yang belum genap berusia lima tahun itu sudah melalap buku-buku karya penulis terkenal seperti Charles Dickens, Ernest Hemingway, dan Rudyard Kpling.
Bahkan acara keluarga Matilda hanya dihabiskan dengan menonton acara TV.
Hal ini menjadi sindiran kuat, di zaman yang sudah sangat canggih sekarang ini orang-orang akan lebih memilih televisi dan gawai (gadget) dibanding buku. Gadget dan televisi nampak lebih banyak memberi kesenangan daripada buku. Beberapa orangtua akan lebih memilih gadget untuk ‘mendiamkan’ dan ‘menenangkan’ anak-anak daripada memberikan buku.
Matilda akhirnya dikirim ke sekolah dengan kepala sekolah yang digambarkan sangar, kejam, kaku, dan tidak suka dengan anak-anak, Ms. Trunchbull. Sebuah satir akan pola pendidikan 'tempo dulu' yang tentunya tidak lagi sesuai diterapkan bagi generasi milenial.
Baca juga: Membangun Karakter Bangsa Dalam Konteks Budaya Lokal
Syukurlah, Matilda mendapat guru yang sangat baik dan penyayang anak-anak, Ms. Honey. Sebuah figur pendidik yang menggunakan 'hati' dalam mendampingi siswa.
Kisah Matilda inilah yang kemudian dipilih oleh Sekolah HighScope Indonesia Bintaro (SHI-Bintaro) dalam drama musikal yang digelar pekan lalu (28/4/2018).
Kesan ruang kepala sekolah yang menyeramkan dengan furnitur kayu berwarna cokelat gelap menjadi seting suasana yang tergambar di atas panggung pementasan drama musikal bertajuk 'Matilda the Musical' dipentaskan di Hotel Aviary Bintaro dalam acara “A Dinner Show Charity Event 2018”.
Setidaknya 48 siswa terlibat dalam produksi drama musikal.
"Melalui drama musikal ini, siswa-siswi yang terlibat dalam kegiatan ini juga memiliki kesempatan untuk melatih kemampuan mereka dalam berkomunikasi, berkolaborasi, serta beradaptasi. Semua merupakan soft skills yang dikembangkan di Sekolah Highscope Indonesia," jelas Noniel Donan guru Bahasa Inggris yang juga bertindak sebagai sutradara dalam pementasan ini.
Diawali dengan jamuan malam, pementasan ini berhasil memikat sedikitnya 200 penonton yang hadir. Selama 2 jam, penonton terbawa oleh adegan-adegan yang menggugah perasaan termasuk lewat lagu-lagu yang dibawakan secara apik.
Bukan sekadar pementasan drama, kegiatan ini juga merupakan rangkaian dari kegiatan amal yang puncaknya akan dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2018 mendatang.
"Melalui kegiatan ini, siswa diajak untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat yang membutuhkan dengan memanfaatkan potensi dan talenta yang dimiliki untuk menggalang dana," kata Sagita ketua panitia acara.
"Kerja keras yang dilakukan siswa dan guru selama kurang lebih 6 bulan mempersiapkan pementasan ini membuahkan hasil menggembirakan. Bukan hanya dilihat dari dana yang berhasil digalang untuk kegiatan amal tapi juga dari kesempatan yang dimiliki anak-anak untuk menyalurkan bakat dan kemampuan mereka melalui kegiatan yang positif," tambah Nadia salah satu direksi SHI-Bintaro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.