Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memastikan Generasi Penerus Pahami Keberagaman Pangan Lokal

Kompas.com - 15/11/2018, 19:12 WIB
Josephus Primus,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemahaman keberagaman pangan lokal mulai dari sagu, jali, sorgum, jagung, dan ubi kayu menjadi salah satu tantangan yang terus digalakkan, khususnya bagi generasi penerus, termasuk siswa sekolah dasar.

Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian M.Syakir pemahaman ini penting lantaran konsumsi bahan pangan impor semakin tinggi.

"Kita sudah lebih 20 tahun memakan tepung impor. Ini yang harus kita ubah pelan-pelan," ujarnya (14/11/2018).

Ikhwal tepung impor, Syakir membeberkan catatan pihaknya sebagaimana termaktub pada laman biogen.litbang.pertanian.go.id.

Konsumsi terigu nasional

Ilustrasi mi instantdidoi Ilustrasi mi instant

Tepung terigu impor yang erat kaitannya dengan produk makanan siap saji mi instan mengalami kenaikan terus-menerus pada tingkat konsumsi. Tiap tahun, konsumsi rata-rata satu orang Indonesia akan terigu naik satu kilogram.

Pada 2008, konsumsi terigu nasional ada di posisi 15,5 kilogram per tahun per orang Indonesia. Pada 2018, angka tersebut berubah menjadi 25 kilogram per tahun per orang Indonesia pada 2018.

"Tingkat konsumsi yang tinggi meningkatkan impor namun menjadi beban bagi negara," kata Syakir.

(Baca: Mi Instan Jadi Candu Dunia, Indonesia Nomor 2 Pengonsumsi Tertinggi)

Mulai dari sekolah dasar
Kapurung, makanan khas Toraja berkuah ini berbahan dasar sagu yang disiram air panas, kemudian dibuat kecil-kecil seukuran bakso, lantas ditambah berbagai macam sayuran, dan makanan lainnya seperti jagung, potongan ikan, udang, atau lainnya,www.indonesiakaya.com Kapurung, makanan khas Toraja berkuah ini berbahan dasar sagu yang disiram air panas, kemudian dibuat kecil-kecil seukuran bakso, lantas ditambah berbagai macam sayuran, dan makanan lainnya seperti jagung, potongan ikan, udang, atau lainnya,

Syakir lebih lanjut mengemukakan, pengenalan keragaman pangan lokal sangat bisa dimulai dari anak-anak sekolah dasar (SD).

Alasannya, edukasi terus-menerus tentang hal itu pada akhirnya akan menumbuhkan pemahaman bahwa bahan pangan lokal bisa menjadi sumber memadai untuk meningkatkan konsumsi pada produk sendiri.

Syakir menunjuk pergelaran Pangan Lokal Fiesta beberapa waktu lalu di Bogor bisa menjadi salah satu cara.

Mi berbahan dasar lokal
Tanaman sorgum di NTTDok. Humas Kemenko PMK Tanaman sorgum di NTT

Dalam kesempatan tersebut, terang Syakir, pihaknya mengajak siswa-siswa SD Tugu Rimba bersama-sama menyantap mi. Produk mi yang dikonsumsi itu dibuat dari berbagai bahan lokal semisal sagu dan ubi kayu serta sorgum.

"Enak mi-nya. Lebih enak dari mi yang biasa," kata salah satu siswi SD Tugu Rimba, Malika.

Berangkat dari hal tersebut, menurut Syakir, edukasi bagi anak-anak SD tentang keberagaman pangan lokal harus kian ditingkatkan juga melalui kerja sama erat pihaknya dengan para pemangku kepentingan di bidang pendidikan dasar, salah satunya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com