Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UGM: Pemilu 2019 Ujian bagi Demokrasi Indonesia

Kompas.com - 20/02/2019, 08:30 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Pemilu merupakan pesta demokrasi lima tahunan dalam rangka melaksanakan pergantian rotasi kekuasaan yang dilakukan secara beradab.

Oleh karena itu, informasi yang disampaikan ke masyarakat harus berdasarkan data dan validitasnya yang bisa dipertanggungjawabkan agar pemilu kali ini semakin lebih baik dan berkualitas.  

Hal itu mengemuka dalam dialog interaktif bertajuk "Generasi Milenial Peduli Pemilu Informatif" di ruang Persatuan Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta (19/2/2019).

Kegiatan dialog yang diselenggarakan dari hasil kerja sama UGM, Komisi Informasi Pusat dan Komisi Pemilihan Umum ini menghadirkan tiga orang pembicara, yakni dosen Fakultas Filsafat UGM Agus Wahyudi, Komisioner Komisi Informasi Pusat RI Romanus Ndau, Tenaga Ahli Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo, Hendrasmo.

Masyarakat harus mengawasi

Dilansir dari laman berita UGM, Agus Wahyudi mengatakan pemilu merupakan mekanisme reguler  lima tahunan untuk menentukan calon pemimpin yang duduk di pemerintahan.

Baca juga: Menjadi Pemilih Pemula, Milenial Harus Diedukasi untuk Menangkal Hoaks

 

Meski demikian, pemilu tidak selalu menjamin terpilihnya pemerintahan demokrastis, sebaliknya memungkinkan adanya pemerintahan otoritarian. “Pemerintah otoritarian juga rutin melaksanakan pemilu, namun pemenangnnya selalu bisa ditebak, kita pernah mengalaminya di masa Orde Baru dulu,” katanya.

Menurut Agus Wahyudi, seluruh elemen dan kelompok masyarakat sipil harus ikut mengawasi pelaksanaan pemilu kali ini agar proses pelaksanaannya bisa adil dan demokratis.

Bahkkan, generasi muda yang memiliki hak suara harus menggunakan hak pilihnya dengan baik serta mampu memilih calon pemimpin berdasarkan rekam jejak. “Dalam demokrasi itu kita yang paling tahu akan diri kita sendiri sehingga setiap orang diberi hak untuk menentukan suaranya dalam pemilu,” katanya.

3 kriteria pemimpin

Dikatakan Agus, pemilu merupakan media pertarungan antara nilai dan referensi dari masyarakat pemilih dalam menentukan sebuah pilihan guna menentukan masa depan yang lebih baik.

Namun begitu, imbuhnya, pemerintahan yang terpilih pasca pemilu dikatakan demokratis jika  bisa menjamin hak-hak kelompok minoritas. Apabila belum mampu melindungi hak kelompok minoritas maka pemerintahan tersebut belum dianggap demokratis.

Romanus Ndau, Komisioner Komisi Informasi Pusat RI, mengajak generasi milenial menggunakan hak pilihnya dalam memilih calon pemimpin lebih baik. Menurutnya, ada tiga kriteria yang bisa digunakan dalam memilih calon pemimpin.

“Kriterianya apakah ia cerdas, berani, dan bertanggung jawab. Kalau soal agama, biarlah itu urusan calon pemimpin dengan Tuhannya,” katanya.

Romanus mengatakan pemilu kali ini harus lebih baik dibanding dengan pemilu sebelumnya. Untuk itu, masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya dengan sebaik-baiknya.

Demokrasi yang rapuh

“Kita ingin pemilu sekarang ini lebih baik dari pemilu 2014 lalu, kalau lebih jelek maka itu tragedi kita semua, termasuk tragedi bagi kaum milenial, maka bukalah informasi seluas-luasnya,” katanya.

Sementara Hendrasmo menuturkan banyak negara yang tertaih-tatih membangun demokrasinya karena terjadinya kudeta militer. Proses demokratisasi juga bisa melahirkan pemerintahan tidak demokratis seperti dialami negara Amerika Serikat sekarang ini.

Hendrasmo mencontohkan Presiden Donald Trump yang tidak memiliki reputasi di pemerintahan sebelumnya, ketika menjadi kepala negara memiliki perilaku tidak demokratis, misalnya memecat Jaksa Agung yang akan mengusut kasus praktik kolusi, lalu mengangkat anaknya  jadi penasihat presiden, bahkan ia juga memusuhi media.

“Demokrasi bisa mati karena kudeta, namun bisa mati karena salah pilih orang sehingga harus hati-hati dalam memilih karena demokrasi itu sendiri rapuh,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com