KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mewacanakan penerapan sistem penilaian baru pengganti Ujian Nasional (UN).
Tidak dihapus, sistem baru tersebut rencananya akan diberi nama Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) dan dinggap lebih efektif dan tepat dalam mengukur kemampuan siswa.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad menjelaskan, UN sudah kehilangan fungsi setelah tidak lagi dijadikan alat ukur penentu kelulusan siswa.
Dengan demikian, manfaat dari penyelenggaran UN tidak berdampak signifikan bagi siswa maupun sekolah.
Menurutnya, AKSI didesain seperti Program for Internasional Student Assesment (PISA) yang menjadi acuan bagi dunia mengukur tingkat pendidikan di sebuah negara.
Baca juga: Pengamat: Ujian Nasional Masih Perlu untuk Pemetaan Tingkat Pendidikan
Kendati demikian, pergantian UN dengan AKSI belum pasti kapan akan mulai diterapkan.
“Pelaksanaan UN menghabiskan dana sangat besar dan disayangkan apabila tidak diimbangi dengan manfaatnya. Hadirnya aksi sesuai dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional,”ujar Hamid, Senin (11/3/2019) dilansir dari laman resmi Dinas Pendidikan Jawa Barat.
Sejak tidak menjadi alat penentu kelulusan siswa, fungsi UN hanya untuk memetakan kualitas sekolah dan capaian nilai siswa. Nilai hasil UN bahkan sudah tidak lagi menjadi pertimbangan utama dalam Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Hamid menuturkan, mata pelajaran yang masuk dalam AKSI adalah mata pelajaran umum yang digunakan dalam standar PISA, yakni bahasa, matematika, dan IPA.
Ia menjelaskan, AKSI dapat mengukur kelemahan siswa sejak masuk sekolah di setiap jenjang. “AKSI sebenarnya disiapkan ketika ada rencana pembubaran UN. Walaupun fungsinya berbeda, AKSI lebih berdampak. UN bertujuan untuk diagnosis kelemahan siswa,” katanya.
Ia optimis AKSI dapat memperbaiki mutu siswa dan sekolah. Pasalnya, pihak sekolah juga diberi kesempatan mengoreksi kualitas guru. “AKSI belum ditetapkan atau masih dijadikan pilihan sebagai pengganti UN,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.