KOMPAS.com - Jack Ma, pendiri Alibaba dalam forum OECD di Paris Perancis (5/12/2019) menyampaikan kekhawatirannya: dunia berubah cepat, tetapi pendidikan tidak.
Di forum OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development) yang merupakan penyelenggara tes global PISA (Program Penilaian Pelajar Internasional), Jack Ma justru dengan tegas mengatakan semestinya pendidikan bukan hanya fokus pada kurikulum atau prestasi peringkat.
Jack Ma justru menekankan pada "kecerdasan" dan kapasitas kemampuan siswa untuk mencintai (LQ) di samping kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan intelektual (IQ).
"Otak akan digantikan oleh mesin, tetapi mesin tidak akan pernah bisa menggantikan hatimu," demikian alasan Jack Ma.
Menanggapai hal tersebut, Robingah, Kepala SDN Sukomangli, Kendal, Jawa Tengah melalui pesan singkat menyampaikan dukungannya atas pandangan Jack Ma ini.
Baca juga: Jack Ma Bicara soal Pendidikan: Rumus Pendidikan IQ, EQ dan LQ
"Dari dulu saya berupaya dalam mengajar untuk menyeimbangkan antara IQ, EQ, dan LQ anak-anak di sekolah. Bahkan saya selalu mengatakan kepada orangtua murid bahwa tidak ada anak bodoh," ujar Robingah.
Kepala sekolah sekaligus fasilitor program Pintar Tanoto Foundation ini dengan tegas mengatakan: peringkat bukanlah satu-satunya jaminan kesuksesan seorang siswa untuk masa depannya.
Menurutnya setiap siswa mempunyai kecerdasan pada bidang masing-masing.
"Guru dan kepala sekolah yang jeli terhadap potensi setiap siswa dan mampu mengembangkannya secara optimal maka akan memunculkan kecerdasan yang akan membantunya dalam menghadapi situasi kehidupannya," ujarnya.
Robingah mengatakan salam satu kelas, tentu ada beragam potensi siswa. Ada yang memiliki potensi di bidang bahasa, seni, kriya, kinestetika atau potensi lain yang jika dikembangkan dapat menjadikan siswa tersebut menjadi cerdas.
"Tentu saja kecerdasan yg dimaksud adalah kecerdasan yang sesuai dengan bidang yang dikembangkannya. Sayangnya, sampai saat ini kecerdasan seseorang masih sering diukur hanya dengan angka-angka saja sebagai simbolnya," kata Robingah
Dimulai dengan menciptakan kelas kreatif bersama guru dan orangtua murid ternyata tanpa terasa ide-ide untuk membuat siswa belajar di kelas lebih aktif dan menyenangkan mulai bermunculan.
"Kolaborasi antarguru dan siswa pun akhirnya menjadi suatu kebutuhan untuk saling melengkapi. Demikian juga, komunikasi pun pada gilirannya menjadi semakin baik," ujarnya.
Robingah meyakini kemampuan untuk berpikir kritis, berkreasi, berkolaborasi, dan berkomunikasi itu adalah bagian dari kecerdasan seseorang.
Ia mengatakan, "Jadi, orang atau siswa yang cerdas bukan hanya mereka yg mampu mendapatkan angka-angka tinggi dalam pengetahuannya saja tetapi mereka yang memiliki kemampuan berpikir kritis, berkreasi, berkolaborasi, dan berkomunikasi."
"Dengan demikian mereka akan mampu bertahan dalam menghadapi kehidupannya," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.