Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Kemendikbud 2011-2019: 11 Bahasa Daerah di Indonesia Punah

Kompas.com - 21/02/2020, 17:46 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

KOMPAS.com - Sebanyak 11 bahasa daerah di Indonesia punah berdasarkan catatan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Maluku menjadi daerah yang paling banyak kehilangan bahasa daerah yaitu sebanyak 9 bahasa. Dua bahasa lainnya berasal dari Papua Barat dan Papua.

Adapun bahasa daerah yang punah yaitu Bahasa Tandia (Papua Barat), Bahasa Mawes (Papua), Bahasa Kajeli/ Kayeli (Maluku), Bahasa Piru (Maluku), Bahasa Moksela (Maluku), Bahasa Palumata (Maluku), Bahasa Ternateno (Maluku Utara), Bahasa Hukumina (Maluku), Bahasa Hoti (Maluku), Bahasa Serua (Maluku), dan Bahasa Nila (Maluku).

Baca juga: Jembatan Bahasa, Solusi Inovasi Pembelajaran di Tengah Bahasa Daerah

Kepala Badan Bahasa Kemendikbud, Prof. Dr. Dadang Sunendar mengatakan kepunahan 11 bahasa tersebut berdasarkan data kajian yang dilakukan Badan Bahasa sejak tahun 2011-2019.

Badan Bahasa Kemendikbud mengkategorikan status bahasa daerah Indonesia menjadi kategori aman, rentan, mengalami kemunduran, terancam punah, kritis dan punah.

Status aman berarti bahasa daerah masih dipakai oleh semua anak dan semua orang dalam etnik tersebut. Status rentan berarti semua anak-anak dan kaum tua menggunakan bahasa daera tetapi jumlah penutur sedikit.

Taklimat media di Jakarta, Jumat (21/2/2020), pada peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional Tahun 2020 bertema Melestarikan Bahasa Daerah untuk Pemajuan Bangsa yang diselenggarakan oleh Badan Bahasa Kemendikbud bekerja sama dengan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO.Badan Bahasa Kemendikbud Taklimat media di Jakarta, Jumat (21/2/2020), pada peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional Tahun 2020 bertema Melestarikan Bahasa Daerah untuk Pemajuan Bangsa yang diselenggarakan oleh Badan Bahasa Kemendikbud bekerja sama dengan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO.

Status mengalami kemunduran berarti sebagian penutur anak-anak, kaum tua, dan sebagian penutur anak-anak lain tak menggunakan bahasa daerah. Status terancam punah berarti semua penutur 20 tahun ke atas dan jumlahnya sedikit, sementara generasi tua tidak berbicara kepada anak-anak atau di antara mereka sendiri.

Status kritis berarti penutur bahasa daerah berusia 40 tahun ke atas dan jumlahnya sangat sedikit. Status terakhir yaitu punah yang berarti tidak ada lagi penutur bahasa daerah.

Baca juga: Peduli Bahasa Daerah? Yuk, Ikut Seminar dan Dapat Sertifikat Kemendikbud

Seperti diketahui, Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah bahasa terbanyak kedua di dunia mempunyai kewajiban untuk melindungi bahasa daerah sebagai bagian dari kekayaan takbenda yang sangat berharga dan tidak ternilai harganya.

Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebahasaan, terutama Pasal 25—Pasal 45.

Menurut hasil Sensus Penduduk dari BPS tahun 2010, penduduk Indonesia berusia di atas 5 tahun yang masih menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari sebanyak 79,5 persen.

Namun, dalam konteks sosial budaya di Indonesia, konsep bahasa ibu ini tidak serta merta dan secara sederhana dapat dilihat dari pemakaian bahasa sehari-hari di rumah.

Perhatian Dunia

Isu bahasa Ibu ini menjadi penting ketika bahasa-bahasa lokal di dunia mulai banyak yang punah. UNESCO memperkirakan sekitar 3.000 bahasa lokal akan punah di akhir abad ini.

Hanya separuh dari jumlah bahasa yang dituturkan oleh penduduk dunia saat ini yang masih akan eksis pada tahun 2100 nanti. Sehubungan dengan itu pula, sejak tahun 1999, UNESCO menetapkan Hari Bahasa Ibu setiap tanggal 21 Februari.

Penetapan ini dianggap penting karena dapat menjadi tonggak kesadaran suatu bangsa untuk menjaga bahasa ibu-nya kepada generasi penerus pada setiap bangsa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com