KOMPAS.com - Ramadhan tahun 2023 diperkirakan akan terjadi gerhana matahari. Berdasarkan pantauan Tim Astrofotografi Universitas Brawijaya (UB), pada Ramadhan tahun ini akan terjadi gerhana matahari, karena terjadi konjungsi matahari dan bulan menjelang 1 Syawal 1444.
Tim yang dikoordinatori oleh M Fauzan Edipurnomo beranggotakan Eka Maulana, Waru Djuriatno, M Aswin, A A Razak, dan beberapa Pranata Laboratorium Fakultas Teknik, memperkirakan Gerhana matahari total dapat diamati di Indonesia bagian timur hingga tengah.
Sedangkan gerhana matahari parsial (sebagian) dapat diamati dari Indonesia bagian tengah hingga bagian barat.
"Fenomena gerhana matahari diperkirakan akan terjadi pada tanggal 20 April 2023," kata Eka Maulana, dari rilis UB.
Baca juga: Di SNBP 2023, Ada 39.842 Pendaftar UB Berebut 5.497 Kursi
Eka menambahkan, masyarakat yang berada pada daerah Indenesia bagian barat, khususnya Kota Malang dapat menikmati gerhana matahari parsial ini mulai pukul 09.28 WIB hingga pukul 12.22 WIB.
"Puncak gerhana matahari terjadi pukul 10.52 WIB dengan tingkat magnitute gerhana 67 persen. Total waktu gerhana 2 jam 55 menit," kata Eka.
Terjadinya gerhana matahari berpotensi dapat menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi inframerah matahari yang jatuh ke lapisan ionosfer bumi.
Fenomena ini memungkinkan menurunnya jumlah foton yang merupakan gelombang elektromagnetik yang berada di atas bumi.
Di mana sifatnya sebagai gelombang elektromagnetik ini berperan sebagai media transmisi dalam pengiriman sinyal satelit, radio, HP maupun sinyal perangkat komunikasi sejenis lainnya.
"Jika perangkat-perangkat komunikasi ini tidak diset dengan ambang batas toleransi perubahan intensitas radiasi ini maka ada peluang akan terpengaruh dalam pengiriman datanya," kata dia.
Baca juga: 4 Persiapan Menyambut Ramadhan 2023 bagi Siswa
Perubahan radiasi ini besar kemungkinan juga dapat dirasakan oleh makhuk hidup lain yang peka terhadap perubahan intensitas gelombang elektromagnetik, seperti hewan melata, burung, maupun jenis tanaman tertentu.
Meghadapi fenomena ini, Eka dan tim menyarankan untuk selalu waspada terhadap segala bentuk perubahan iklim, cuaca, maupun fenomena alam lainya.
"Bahwa adanya fenomena-fenemena ini adalah tanda-tanda alam dari sang Pencipta yang mestinya kita ambil pelajaran serta hikmahnya. Disarankan melihat gerhana matahari dengan filter matahari, sehingga tidak secara langsung radiasi sinar ini mengenai mata kita," katanya.
Terkait lebaran akan berbeda antara NU dan Muhammadiyah metode hisab (MD) yang memutuskan 1 Syawal 1444 H jatuh pada Jumat (21/4/2023) dengan ketinggian hilal pada hari sebelumnya 1 derajat 47 menit 58 detik busur.
Sedangkan metode Rukyatul hilal menggunakan kriteria imkanur rukyat pada hari tersebut hilal kemungkinan besar belum bisa dilihat, karena masih dibawah kriteria MABIMS 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat.
Sekalipun diamati dari wilayah Indonesia bagian barat (Kota Sabang) dengan ketinggian hilal 1 derajat pada Kamis (20/4/2023).
Baca juga: Unesa Buka Jurusan S1 Kedokteran, Cek Daya Tampung 2023
"Sangat besar kemungkinan bulan baru tidak bisa dilihat pada hari tersebut dengan alat bantu sekalipun terlebih jika kondisi langit berawan. Sehingga 1 Syawal berpotensi jatuh pada Sabtu (22 April 2022)," jelas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.