Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kami Tak Tahu, Salah Kami Apa?

Kompas.com - 06/06/2009, 05:51 WIB

KOMPAS.com - Ujian nasional ulang yang penuh ketidakpastian menimbulkan kecemasan buat para siswa SMAN 2 Ngawi, Jawa Timur, yang berjumlah 315 siswa. Kecemasan serupa dialami ribuan siswa yang tersebar di 33 SMA/MA yang ada di delapan provinsi.

”Kami tidak tahu, salah kami apa sehingga harus mengikuti ujian nasional ulangan? Kami tidak nyontek, tidak juga berbuat curang,” kata Eki Okta Frianto, murid kelas III IPS 3 SMAN 2 Ngawi.

”Kami bisa mengerjakan soal dengan baik dan jujur. Mengapa harus diulang,” kata Fenita, murid kelas III IPA 4 SMAN 2 Ngawi, yang termasuk langganan juara di kelasnya. SMAN 2 Ngawi merupakan SMA favorit dan kebanggaan di Jawa Timur. Banyak lulusannya yang diterima di perguruan tinggi negeri melalui jalur penelusuran minat dan kemampuan (PMDK).

Bupati Ngawi Harsono mengatakan, dalam perbincangannya melalui telepon dengan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Mungin Eddy Wibowo, dinyatakan ujian nasional ulang di SMAN 2 Ngawi bukan karena murid curang, tetapi ada permasalahan dalam sistem pemindai jawaban siswa.

”Lembar jawaban komputer murid tidak bisa dipindai secara sempurna oleh mesin pemindai,” kata Harsono.

Namun, persoalan ini tidak pernah disampaikan secara resmi kepada siswa. Akhirnya kabar yang beredar, siswa-siswa sekolah tersebut berbuat curang. Tak heran jika kemudian DPR menolak ujian nasional ulang bagi siswa atau sekolah yang secara sistematis melakukan kecurangan.

Tinggallah kini siswa-siswa SMA yang berada di ambang kelulusan dilanda kebimbangan. Mereka cemas, khawatir, dan berbagai dampak psikis lain menghantui para siswa. Perasaan serupa dialami siswa-siswa SMAN 5 Kendari, Sulawesi Tenggara, dan SMA Pasundan 2 Cimahi, Jawa Barat, yang masuk daftar sekolah yang akan melakukan ujian nasional ulang.

”Secara psikologis, kami tidak siap mengikuti ujian nasional ulang. Semangat kami sudah drop. Rencana kami masuk perguruan tinggi juga menjadi tidak pasti,” ujar Muhammad Husain (17), siswa SMAN 5 Kendari.

Untuk menghilangkan rasa gundah di kalangan siswa, Kamis (4/6) malam, para siswa menggelar doa bersama di Masjid Ittifaaqul Jama’ah dipimpin oleh Ustaz Ba’asyir.

Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Suyanto mengatakan, prosedur operasi standar (POS) ujian nasional pada dasarnya tidak mengenal ujian ulang. ”Hanya ada ujian susulan untuk anak-anak yang sakit atau berhalangan,” ujarnya.

Menurut Suyanto, persoalannya, kasus di 33 SMA/MA tersebut masih belum jelas kasus per kasus, apakah merupakan kecurangan atau ketidaksesuaian dengan POS.

Pakar pendidikan Yogyakarta, Wuryadi, mengatakan, apa pun penyebab kejadian tersebut, murid merupakan pihak yang paling dirugikan. ”Mereka bisa jadi korban kesalahan prosedur,” tuturnya.

Menurut Wuryadi, pengusutan harus dilakukan dengan melibatkan lembaga publik di luar BSNP untuk menjamin pengusutan yang proporsional. (APA/IRE/INE/JON/ELD/ANG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com