Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memperebutkan Mendiknas

Kompas.com - 12/06/2009, 12:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Hiruk-pikuk kampanye calon presiden dan calon wakil presiden juga diwarnai tarik-menarik kepentingan partai politik peserta koalisi. Peserta koalisi pendukung capres-cawapres mulai pasang ”tarif” terkait dengan jabatan sebagai imbalan.

Jabatan atau imbalan itu, salah satunya, adalah memperebutkan jabatan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas). Perebutan kursi Mendiknas ini merupakan berita menarik karena sebelumnya jabatan yang paling diperebutkan adalah di kementerian bidang perekonomian, terutama keuangan, BUMN, dan pertambangan.

Baru kali ini jabatan Mendiknas diperebutkan secara terbuka. Atau, mungkin karena setelah reformasi menteri pendidikan dijabat golongan tertentu terus, maka dianggap given sehingga tidak diperebutkan secara terbuka. Baru setelah peta politik berubah, perebutan terjadi.

Mengapa diperebutkan?

Mengapa jabatan Mendiknas diperebutkan?

Pertama, tiap tahun Departemen Pendidikan Nasional mengelola sekitar 35 juta siswa (TK sampai SMTA). Bila ditambah jumlah mahasiswa, guru, dan dosen, sekitar 40 juta jiwa. Ini potensi massa amat besar bagi parpol yang ingin memenangi pertarungan di masa mendatang.

Sejarah membuktikan, Orde Baru dapat bertahan lama salah satunya karena mampu ”mencuci otak” pelajar dan mahasiswa sehingga tiap lulusan tidak terbiasa menghadapi perbedaan pendapat. Para pengurus parpol tahu potensi itu, maka perlu direbut.

Kedua, Depdiknas memiliki anggaran paling besar dibandingkan dengan departemen lain. Dana pendidikan bukan hanya dari APBN, tetapi juga dari APBD dan iuran masyarakat. Secara akumulatif, dana yang terhimpun di dunia pendidikan, TK-perguruan tinggi, bisa mencapai lebih dari Rp 200 triliun per tahun dan dapat digunakan untuk apa saja.

Ketiga, menguasai Depdiknas berarti menguasai murid, mahasiswa, guru, dosen, dana, kurikulum, prasarana dan sarana, serta kebijakan. Semua itu dapat dipakai untuk apa saja, termasuk indoktrinasi nilai-nilai yang sesuai dengan garis politik penguasa.

Kata Althusser, institusi pendidikan itu bagian dari aparatus ideologi, yang mengajarkan know-how, tetapi dalam bentuk memastikan kepatuhan terhadap ideologi yang sedang berkuasa. Dengan demikian, tidak terelakkan kepentingan penguasa akan tersampaikan melalui sekolah/kampus dengan segala kebijakannya. Jabatan Mendiknas itu amat strategis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com