Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terlalu! Guru Jadi Perahan Sejak Orde Baru

Kompas.com - 08/09/2009, 20:47 WIB

MEDAN, KOMPAS.com - Guru sering menjadi sasaran pengutipan uang ilegal sejak Orde Baru. Pada era otonomi daerah pungutan terhadap guru semakin marak. Maraknya pungutan ini terjadi seiring dengan meningkatnya kesejahteraan guru.

"Pengutipan hak guru bukan hal baru. Sejak Orde Baru praktek ini sudah terjadi. Setelah otonomi daerah (2004) pungutan hak guru malah semakin meningkat," kata Ketua Dewan Pendidikan Medan, Mutsyuhito Solin, saat ditemui di Medan, Selasa (8/9).

Solin mengatakan pungutan ilegal masa Orde Baru berupa biaya menjelang kenaikan pangkat, biaya bagi mereka yang ingin menjadi kepala sekolah, biaya untuk kegiatan sekolah, dan biaya untuk mengambil surat keputusan pengangkatan promosi jabatan. "Ketika itu, pungutan ini sangat terasa karena kesejahteran guru belum sebesar sekarang," katanya.

Pada masa otonomi daerah, pungutan terhadap guru berlanjut dan semakin banyak ragamnya. Pungutan ini merupakan warisan yang pernah terjadi pada masa Orde Baru. Selain model pungutan lama, sekarang muncul pungutan model baru dengan jumlah beragam.

Sejumlah pungutan itu di antaranya biaya untuk pendaftar an sertifikasi guru. Pendaftaran sertifikasi ini diusulkan oleh sekolah masing-masing. Lantaran berebut, sebagian sekolah memanfaatkannya dengan mengutip uang dari guru. "Laporan yang pernah masuk kepada kami kutipan ini senilai Rp 100.000 per orang," katanya.

Biaya administrasi

Pungutan lain berupa pembebanan biaya administrasi tunjangan fungsional kepada guru. Tidak hanya biaya administrasi guru juga harus menanggung pajak tunjangan fungsional. Penyunatan tunjangan fungsional ini sempat menjadi polemik di antara guru. Namun mereka belum berani melaporkan hal ini secara terbuka. Para guru diliputi rasa khawatir dipecat oleh sekolah masing-masing. "Sudah berbuih mulut saya menyampaikan hal ini ke dinas pendidikan, tetapi pungutan tetap saja jalan," kata Solin.

Ketua Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI) Medan, Partomuan Silintonga mengaku jengkel dengan segala bentuk pungutan ini. Dia berencana melaporkan ke polisi jika sekolah masih memungut tunjangan fungsional guru. Pungutan terhadap guru kembali terulang di sejumlah sekolah.

Berdasarkan laporan PGSI Medan, sejumlah kepala sekolah meminta uang kepada guru penerima tunjangan fungsional. Uang ini merupakan biaya yang dikeluarkan pihak sekolah mengurus tunjangan fungsional. Sebagian guru mengaku, biaya tidak resmi ini dibebankan kepada guru sejak awal pengusulan.

"Kami tidak main-main, kami sedang mengumpulkan bukti hukum pungutan tunjangan fungsional," kata Partomuan. Adapun besaran pungutan tunjangan fungsional ini bervariasi mulai Rp 50.000 sampai Rp 300.000 per orang. Adapun jumlah tunjangan senilai Rp 1,2 juta per semester.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau