Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Penganggaran Rugikan Sekolah

Kompas.com - 15/12/2009, 19:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem penganggaran bidang pendidikan lewat dana alokasi khusus dinilai merugikan sekolah. Pasalnya, campur tangan pemerintah pusat dan daerah dalam pengalokasian dan penggunaan anggaran dana alokasi khusus di sekolah-sekolah sangat kuat, seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan.

Selain itu, dana alokasi khusus (DAK) yang dikucurkan pemerintah pusat ke daerah-daerah sejak 2003 rawan dikorupsi. Dari kajian yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW), justru pelaku korupsi DAK pendidikan umumnya adalah bupati/wali kota dan kepala dinas pendidikan.

Demikian hasil pemetaan korupsi dalam DAK pendidikan yang dilakukan ICW. Kajian dilakukan dengan mengambil kasus yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Sinjai, Ponorogo, Garut, serta Simalungun.

Ade Irawan, Koordinator Monitoring Pelayanan Publik ICW di Jakarta, Selasa (15/12/2009), mengatakan DAK untuk pendidikan, terutama untuk mendukung wajib belajar, cukup besar. DAK untuk pendidikan tahun 2003 hanya senilai Rp 625 miliar, pada tahun ini menjadi Rp 9,3 triliun.

"Pola penganggaran di negara ini, termasuk DAK sangat buruk. Pengalokasian sentralistis, mengingkari semangat otonomi. Akibatnya, sekolah justru kebingungan bagaimana menggunakan dana DAK yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka," jelas Ade.

Febri Hendri, peneliti senior ICW, menambahkan dalam pembagian DAK juga tidak jelas. Padahal, dana DAK itu mestinya diprioritaskan ke daerah-daerah yang minim anggarannya, tetapi pada kenyataannya DAK hampir dibagi merata antara daerah yang kaya dan miskin. "Ini karena untuk bisa dapat DAK pakai lobi-lobi politik. Itu kan sudah tidak benar," kata Febri.

Seorang kepala SDN di Kecamatan Sampung, Ponorogo, Jawa Tengah, membuat surat pernyataan bahwa penggunaan dana DAK untuk pengadaan buku dan alat peraga sudah diatur oleh dinas pendidikan. Kepala sekolah dan komite sekolah tidak punya kewenangan melaksanakan pengadaan alat buku dan alat peraga.

Qomaruddin, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah mengatakan alokasi DAK sekitar Rp 8 miliar untuk sekolah-sekolah di wilayah ini tidak dapat digunakan. Penggunaan DAK sudah ditentukan oleh pusat hanya untuk rehabilitasi gedung sekolah.

"Perbaikan gedung sekolah sudah dilakukan pemerintah daerah karena tidak mungkin menunggu dari pusat. Sekolah-sekolah ini butuh untuk membangun rumah dinas guru, pagar sekolah, dan lain-lain yang berbeda dengan yang ditentukan pusat. Tetapi tetap tidak dibolehkan. Daripada nanti disalahkan, dana itu kami akan kembalikan," ujar Qomaruddin.

Ade meminta supaya alokasi DAK pendidikan untuk sekolah tidak lagi dalm bentuk hibah mengikat. "Tapi diubah jadi block grant yang penggunaannya disesuaikan kebutuhan sekolah," kata Ade.

Selain itu, ICW meminta sangsi yang tegas bagi indikasi korupsi DAK yang dilakukan lewat pungutan liar, mark up, hingga penunjukan langsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com