Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal UN, Mendiknas Dianggap Tidak Arif

Kompas.com - 17/12/2009, 10:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ujian nasional atau UN sebagai kebijakan dalam pendidikan nasional harus jelas tujuannya, baik itu untuk evaluasi belajar maupun pemetaan. Karena untuk menuntut kejelasan itulah, UN menjadi persoalan yang kontroversial, menjadi polemik di tengah masyarakat, sehingga harus dihadapi dan dicari jalan keluarnya. 

"Yang namanya persoalan memang harus dipersoalkan selama belum selesai dengan tuntas. Mendiknas harus menghadapi itu dan mengambil keputusan yang terbaik sebab UN menyangkut hajat orang banyak," ujar Mohammad Abduhzen, Sekretaris Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina di Jakarta, Kamis (17/12/2009).

Menurut Abduh, masyarakat sejatinya ingin tahu bentuk dan pelaksanaan UN pasca-putusan MA. Dengan demikian, sebelum benar-benar dianggap tuntas, UN layak dipersoalkan sebagai pencari jalan keluar.

"Kita berharap, Mendiknas baru ini akan membawa perubahan baru, ternyata yang ada hanya meneruskan kebijakan yang lama," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, terkait berbagai usulan menjadikan UN hanya sebagai pemetaan pendidikan, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh di Jakarta, Senin (14/12/2009), meminta supaya kontroversi UN sebagai syarat kelulusan atau pemetaan pendidikan dihentikan.

"Kalau hasil UN tidak melekat pada nilai pada orang per orang, maka bisa menjadi bias lagi. Karena UN itu tidak menentukan, nanti peserta menjawab sembarangan. Jadi, kenapa persoalan UN terus kita kontroversikan? Jauh lebih baik, untuk menentukan kelulusan, juga untuk melihat standar pencapaian di tingkat nasional," kata Nuh kepada wartawan.

Arif dan bijaksana

Sebetulnya, lanjur Abduh, akan arif dan bijaksana jika Mendiknas mengatakan bahwa UN tetap dilakukan pada 2010 hanya sebagai sebuah transisi. Sebabnya, sistem UN harus dikaji lebih jauh lagi sebagai sebuah model evaluasi belajar. Perlu dikaji karena hal itu terkait putusan MA. UN juga tidak perlu menjadi penentu kelulusan. Perlunya UN ulang hanya akan membuat kisi-kisi soal dan kelulusan diserahkan ke sekolah.

"Harusnya Mendiknas merespons masyarakat dengan melihat realitas UN sebelum-sebelumnya. Ini memperlihatkan bahwa dari sisi komunikasi, Mendiknas masih sangat tertutup terhadap masukan-masukan masyarakat untuk melakukan perubahan," ujarnya.

Sementara itu, menurut pakar pendidikan Anita Lie, keputusan yang diambil oleh Mendiknas tidak arif. Secara prinsipil, keputusan tersebut sudah jelas bukan kebutuhan riil di masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com