Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Salah atau Mendiknas yang Tak Baca?

Kompas.com - 23/03/2011, 12:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, pernyataan Menteri Pendidikan Nasional di Kompas.com, Rabu (23/3/2011), bahwa ICW telah salah tafsir terhadap Permendiknas No 37 tahun 2010, adalah keliru. ICW menyatakan, Permendiknas bermasalah karena bagian lampiran memuat penjelasan mekanisme penyaluran dana BOS T.A 2011.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri mengatakan, lampiran BAB IV bagian c Permendiknas tersebut mengatur tentang mekanisme penyaluran dana BOS. Aturan tersebut menjelaskan, bahwa penyaluran dana BOS dilakukan dua tahap. Tahap I penyaluran dana BOS dari Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah. Tahap II penyaluran dana BOS dari Kas Umum Daerah ke rekening sekolah.

"Apakah ICW salah baca atau Mendiknas tidak membaca lampiran dan hanya menandatangani bagian depan peraturan yang dibuatnya sendiri?," ujar Febri kepada Kompas.com, Rabu (23/3/2011).

Menurutnya, meski Permendiknas berjudul Juklak Penggunaan Dana BOS T.A 2011, namun substansinya juga mengatur penyaluran. Seharusnya, tegas Febri, Mendiknas menambahkan judul permendiknas tersebut menjadi Juklak Penyaluran dan Penggunaan Dana BOS T.A 2011.

"Selain itu, kami menduga Permendiknas ini dijadikan dasar Kemendiknas meminta Bendahara Negara untuk menyalurkan dana BOS T.A 2011 pada Kas Daerah. Jika tidak ada Permendiknas ini dan surat perintah penyaluran, maka tidak ada dasar Bendahara Negara memutuskan untuk mentransfer dana BOS ke Kas Daerah," tegasnya.

Ia juga menilai, Permendiknas sebagai pemicu awal kekisruhan soal dana BOS. Permendiknas No 37 tahun 2010 tentang Penggunaan dana BOS T.A 2011 telah mengubah mekanisme penyaluran dana BOS. Sebelumnya, dana BOS ditransfer langsung dari Kas Negara ke rekening sekolah. Saat ini, dana BOS ditransfer terlebih dulu ke Kas Daerah dari Kas Negara dan selanjutnya ditransfer ke rekening sekolah.

"Perubahan mekanisme penyaluran inilah yang menjadi biang keladi keterlambatan dana BOS sampai ke sekolah. Mendiknas tidak hati-hati dalam melihat kondisi aktual politik-anggaran dan politik-birokrasi daerah," ujar Febri.

Sebagaimana diketahui, politik-anggaran daerah seringkali menyandera pembahasan RAPBD sehingga pengesahan APBD terlambat. Keterlambatan pengesahan inilah yang menghalangi pejabat daerah menyalurkan dana BOS ke daerah. Selain politik-anggaran, politik-birokrasi juga ikut andil dalam keterlambatan penyaluran dana BOS di triwulan pertama.

Febri mengungkapkan, birokrasi daerah dengan kewenangan yang dimilikinya berusaha "menggantung" penyaluran dana BOS sekolah guna mendapatkan berbagai keuntungan. Birokrasi daerah misalnya, menggunakan kewenangan penyaluran untuk menguji loyalitas birokrasi dibawahnya. Atau, kata dia, birokrasi daerah menggunakan kewenangan penyaluran tersebut untuk mendapatkan keuntungan finansial.

"Berbagai kondisi inilah yang luput dalam pertimbangan Mendiknas dan jajarannya ketika menyusun Permendiknas No 37 Tahun 2010," kata Febri.

Seperti diberitakan di Kompas.com, Rabu (22/3/2011), Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyatakan, laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) kepada Ombudsman mengenai kasus dana BOS (bantuan operasional sekolah), Senin (21/3/2011), itu tidak tepat. Pasalnya, ICW dinilai salah menafsirkan Permendiknas tersebut (Baca: Mendiknas: ICW Salah Tafsir).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com