Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Ganggu Nama Baik UI

Kompas.com - 21/12/2011, 14:40 WIB
Indra Akuntono

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Rektor Universitas Indonesia (UI) Gumilar Rusliwa Somantri mengatakan, "aksi" penolakan atas kepemimpinnya hanya dilakukan oleh segelintir orang, melalui Majelis Wali Amanat (MWA) dan gerakan Save UI. Masa depan kampus itu, kata dia, bukan ditentukan oleh segelintir orang. Ia juga mengakui, polemik yang tengah terjadi di UI telah mengganggu nama baik universitas tersebut.

"Mereka hanya segelintir orang. Apakah UI ditentukan oleh segelintir orang? Padahal di dalamnya ada 50 ribu mahasiswa, enam ribu dosen, dan dua ribu karyawan. UI milik bangsa dan negara, apa yang mereka lakukan itu mengganggu nama baik UI," kata Gumilar, seusai membuka acara bedah buku "Pioneers in Green Science", di Balairung Terapung, UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (21/12/2011).

Gumilar masih berpegang teguh pada pendapatnya bahwa MWA sudah tidak lagi eksis setelah amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ditetapkan. Hal tersebut, kata dia, diperkuat oleh surat Jaksa Agung kepada Menteri Pendidikan Nasional (sekarang Mendikbud),  yang menjadi dasar keluarnya PP 66/2011.

Yang menjadi poin utama, sambung Gulilar, adalah tidak ada lagi badan hukum bernama MWA, atau walaupun ada sifatnya hanya demisioner, yang berarti MWA tidak bisa melakukan langkah hukum apa-apa, termasuk untuk memilih, menetapkan, dan memberhentikan rektor.

"Ketika PP 66 terbit, MWA tidak disebut sama sekali, dan tidak dikenal. Rektor sesuai dengan PP 66 menjadi pejabat publik di bawah menteri, dan PP 66 lebih tinggi dari kebijakan MWA," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Gumilar juga tidak menyangkal jika legal opinion dari Ketua Muda MA sifatnya tidak mengikat secara yuridis. Namun, ia menilai,  pendapat hukum tersebut sifatnya menjadi sangat mengikat jika dilihat secara moral.

"Ketua MA dan Ketua Muda MA saling menguatkan dengan sama-sama mengatakan legal opinion ini tidak mengikat. Sebaiknya tidak diperkarakan, karena hukum sudah jelas, jika mereka tidak puas, maka bisa menggugatnya ke PTUN," kata Gumilar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com