JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melarang sekolah menarik pungutan untuk pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Jika ditemukan, pungutan itu masuk dalam kategori pungutan liar dan ada sanksi tegas untuk semua sekolah yang terbukti melakukan hal tersebut.
Penegasan tersebut muncul karena banyaknya informasi yang beredar di masyarakat tentang sejumlah sekolah baik negeri ataupun swasta yang memungut biaya pelaksanaan UN pada siswa peserta. Umumnya, masing-masing siswa dibebankan kewajiban membayar Rp 50 ribu untuk dapat mengikuti UN.
"Pungutan untuk UN itu liar dan tidak dapat dibenarkan," kata Nuh seusai mengumumkan pemenang Tanoto Education Grant, di gedung Kemdikbud, Jakarta, Jumat (4/5/2012).
Nuh menjelaskan, mendekati masa kelulusan memang banyak sekolah yang melakukan pungutan kepada siswanya. Akan tetapi, pungutan tersebut harus ditelaah kembali peruntukkannya. Jika pungutan itu sifatnya untuk keperluan perpisahan, kata dia, maka sekolah diperbolehkan melakukan pungutan kepada setiap siswa. Dengan catatan, pungutan tersebut tak boleh dipaksakan dan harus melalui persetujuan antara sekolah, komite sekolah, dan seluruh orang tua murid.
"Pungutan di sekolah harus jelas peruntukkannya, kalau untuk perpisahan tak masalah, tapi jangan dipaksakan dan jangan sampai menahan ijasah. Kalau menyimpang, maka kepala dan komite akan dipanggil," pungkasnya.
Pemerintah dengan tegas melarang semua sekolah memungut biaya pelaksanaan UN karena pemerintah sendiri telah mengucurkan biaya operasional pelaksanaan UN yang cukup besar. Yakni, sekitar Rp 600 miliar. Dana sebesar itu diperuntukkan sebagai penutup biaya operasional UN dengan unit cost setiap siswa sekitar Rp 50 ribu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.