Kasus Pungutan SMA 14 Bukti Kegagalan Pemerintah

Kompas.com - 26/07/2012, 23:15 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW (Indonesia Corruption Watch) Febri Hendri mengatakan, kasus sosialisasi pungutan iuran sebesar Rp 200.000 di SMA 14, Kramat Jati, Jakarta Timur, merupakan cermin ketidaksanggupan pemerintah dalam mengelola pendidikan.

Menurut Febri, pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta telah gagal memberikan standar maksimal kepada peserta didiknya. Pasalnya, pihak dinas hanya merekomendasikan bangunan SD kepada sekolah unggulan tersebut. Sementara bangunan itu tak sesuai dengan kualifikasi sekolah.

"Harusnya standarnya disamakan, meja kursi muridnya saja beda. Itu artinya pemerintah tidak bisa memenuhi standar maksimal pendidikan bagi yang bersekolah di SMA 14," tegasnya saat dihubungi, Kamis (26/7/2012).

Bangunan SMA 14 yang terletak di Jl SMA 14, Kramat Jati, Jakarta Timur, tengah direhabilitasi total. Dinas Pendidikan merekomendasikan SD di kecamatan yang sama sebagai tempat kegiatan belajar mengajar sementara.

Karena dianggap tak sesuai kualifikasi, pihak komite pun mengambil inisiatif untuk menyewa gedung di Kompleks STIKES Binawan, Jl Dewi Sartika, Kramat Jati, Jakarta Timur, selama satu tahun.

Ia menambahkan, pihak Dinas Pendidikan seharusnya tidak boleh melepas begitu saja tata kelola keuangan SMA 14 pascakegiatan belajar mengajar dipindahkan. Seharusnya, dinas turut bertanggung jawab atas proses pemindahan tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sektor pendidikan.

"Tidak boleh itu mungut, seharusnya pihak dinas mencari tempat yang bisa dipakai dan biaya itu tidak bisa dibebankan kepada siswa. Ke mana APBD pendidikan sejumlah 20 persen dari Rp 36,05 triliun itu," lanjutnya.

Sebelumnya diberitakan, Komite SMA 14 melakukan sosialisasi iuran kepada sekitar 800 siswanya. Pihak komite dan sekolah melakukan langkah tersebut sebagai inisiatif karena bangunan sekolah mereka tengah direhabilitasi total. Sementara gedung pengganti berupa SD yang disediakan tidak memenuhi klasifikasi sekolah bertaraf nasional tersebut.

Oleh sebab itu, komite dan sekolah berinisiatif mencari bangunan alternatif yang mampu mengakomodasi kegiatan belajar mengajar selama gedung sekolah di rehabilitasi total. Kedua pihak tersebut kemudian mendapatkan sewa gedung di Kompleks STIKES Binawan, Jl Dewi Sartika, Kramat Jati, Jakarta Timur.

Namun, pihak sekolah diketahui melakukan pengelolaan dana secara swadaya untuk menyewa bangunan tersebut. Atas dasar itulah, komite melakukan sosialisasi tentang iuran sebesar Rp 200.000 per bulan kepada wali murid. Pihak komite juga telah berembuk, bagi siswa yang tidak mampu bisa menyertakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau