JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya pemerintah untuk menangkal efek negatif siswa di luar sekolah dengan menambahkan jam belajar dan memadatkan kurikulum di sekolah disetujui oleh Ketua Dewan Pembina Komisi Perlindungan Anak Indonesia (Ketua Dewan Pembina KPAI) Seto Mulyadi. Hanya, pria yang akrab dipanggil Kak Seto ini meminta agar hak-hak anak dalam menempuh pendidikan di sekolah tetap dikedepankan, yaitu dengan meringankan materi kurikulumnya.
"Ada penambahan jam seperti itu silakan saja, yang penting kurikulum padat isinya dikurangi. Kembalikan lagi hak anak-anak agar mereka belajar dengan cara yang menyenangkan," katanya di Jakarta, Selasa (2/10/2012) malam.
Menurut Kak Seto, kurikulum yang terlalu padat dapat memicu siswa didik menjadi stres. Akibatnya, sejumlah siswa akan mencoba melampiaskannya melalui aksi kekerasan atau tawuran.
"Kurikulum yang padat kadang membuat anak jadi stres, apalagi guru-gurunya menyampaikan pelajaran tanpa murah senyum kepada anak-anak mereka, jadi stres meningkat. Emosi mereka salurkan pada hal-hal negatif seperti tawuran," tambahnya.
Kak Seto menyarankan, jam belajar yang semakin banyak di sekolah tak boleh didominasi materi kurikulum yang bersifat teori belaka. Menurutnya, jam-jam kelas pengembangan diri dan cita-cita harus ditingkatkan dan dilaksanakan dengan benar di sekolah.
Selain itu, lanjutnya, sekolah harus menciptakan ruang belajar yang sangat ramah bagi anak didik. Kondisi kelas yang ramah akan membantu pengembangan nilai-nilai positif dalam diri anak dan remaja.
"Intinya marilah kita ciptakan sekolah yang ramah kepada anak-anak kita. Kadang, yang membuat mereka menjadi keras adalah asalnya dari kekerasan yang ada di lingkungan mereka," ungkapnya.
Jika tawuran antarpelajar akhirnya terjadi, Kak Seto menegaskan bahwa sanksi tak hanya boleh ditimpakan kepada anak-anak yang terlibat. Anak tak bisa disalahkan begitu saja.
"Jangan cuma salahkan anak remaja, tapi introspeksi orang dewasa juga. Kita kampanyekan anak-anak gembira, cinta damai, maka tanpa sadar kita orangtua yang membentuk mereka menjadi sekarang," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.