Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendorong Minat Baca dari Tepi Jalan dan Mal

Kompas.com - 29/12/2012, 11:17 WIB
Antony Lee

Penulis

KOMPAS.com - Nafizah (14) duduk lesehan di atas karpet, Kamis (27/12). Matanya tertuju pada lembar-lembar novel Misteri Jeritan Jam karya Alfred Hitchcock yang ditaruhnya di atas meja. Suara sepeda motor dan mobil lalu lalang yang terdengar begitu kencang tak mengganggu konsentrasinya membaca novel tersebut.

”Saya malah suka baca kalau ramai. Kalau sepi banget seperti di perpustakaan sekolah malah enggak enak,” tutur siswi kelas III SMP itu saat ditemui di taman bacaan yang dikelola Komunitas Peduli Kampung Halaman (Kalam) di Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor.

Jika sedang merasa sebal di rumah karena diganggu adiknya yang masih sekolah dasar, Nafizah memilih berjalan kaki dari rumahnya di Indraprasta II ke Taman Bacaan Kalam. Hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit. Di perpustakaan ini ia tenggelam dalam aneka buku cerita bergambar atau novel remaja. Tidak perlu mengeluarkan uang untuk mengakses buku di taman bacaan komunitas yang dikelola remaja dan pemuda di Kelurahan Tegal Gundil itu.

Taman bacaan itu berada persis di tepi jalan, hanya dibatasi jalur pedestrian. Bangunannya terbuat dari papan dan bambu dengan dimensi 9 meter x 4 meter. Sebagian ruang digunakan sebagai tempat rak-rak buku, sedangkan di sisi lain terdapat televisi layar datar. Sepertiga bagian ruangan disiapkan untuk tempat memasak makanan dan menyiapkan minuman, usaha sampingan untuk ”menghidupi” taman bacaan tersebut.

Menurut Presiden Kalam, Junaedi, taman bacaan ini mulai dirintis pada 2004 dengan jumlah koleksi sekitar 200 eksemplar buku hasil sumbangan warga Tegal Gundil. Lambat laun koleksinya bertambah menjadi ribuan eksemplar, bahkan kini sudah dilengkapi fasilitas wi-fi.

”Kami hanya ingin menyediakan tempat yang sederhana di kelurahan kami berupa taman bacaan yang tidak menakutkan di mata remaja, yang tidak melarang membaca sambil berisik, dan mudah diakses karena lokasi strategis,” katanya.

Hasilnya?

”Kalau minat baca, kami tidak bisa mengukur. Namun, setidaknya sekarang sebagian besar warga kami memilih menyumbangkan buku ke sini ketimbang dijual ke loakan,” katanya.

Buka kafe

Tahun 2005-2006, pengurus Kalam kemudian merintis kafe kecil-kecilan untuk menutupi biaya operasional taman bacaan. Ide ini pun didapat dari pengunjung yang sesekali mencari makanan dan minuman dari luar untuk camilan sembari membaca buku.

”Selain itu, kalau mengandalkan hasil dari taman bacaan kecil karena untuk pengunjung yang membaca di sini gratis,” tutur Junaedi.

Dia mengaku, komunitas hanya mendapat pemasukan dari penyewa yang membawa pulang buku dengan jumlah maksimal tiga buku selama tiga hari. Namun, uang sewa sesuai kerelaan peminjam. Adapun untuk menjadi anggota taman bacaan hanya perlu membayar Rp 5.000 per tahun tanpa pungutan sewa. Saat ini ada sekitar 400 remaja dan anak yang terdaftar di taman bacaan Kalam.

Upaya membuat usaha sampingan untuk menghidupi taman bacaan juga dilakukan Komunitas Rajut Jabodetabek yang mengelola Taman Bacaan Bogor Ceria di Bogor Trade Mall, Kota Bogor.

Ari Asih Pratiwi, pengelola taman bacaan, mengaku meneruskan taman bacaan di lantai 1 Bogor Trade Mall karena ingin mendorong budaya baca di kalangan remaja dan anak-anak yang kini semakin terkikis oleh kebiasaan menonton televisi dan semakin mudahnya akses internet.

Menurut dia, di mal, lalu lintas remaja dan anak-anak cukup tinggi sehingga kemungkinan bagi mereka untuk mau berkunjung juga lebih banyak ketimbang perpustakaan yang berada di lokasi tak strategis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com