Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik, Tak Cukup Hanya Belajar dari Teori

Kompas.com - 23/01/2013, 09:36 WIB
Maria Susy Berindra A

Penulis

KOMPAS.com - Hampir setiap hari media massa menyajikan beritaberita politik. Berita berseliweran mulai dari soal persiapan pemilihan umum, koalisi partai politik, korupsi, hingga saling jegal antarparpol. Sebagian masyarakat, termasuk mahasiswa, antusias mengikuti beritanya. Sebagian masyarakat cuek dengan kondisi politik bangsa.

Aristoteles, yang mendapat julukan perintis ilmu politik, menyebutkan, politik merupakan ilmu yang paling tinggi kedudukannya dibandingkan ilmu-ilmu lainnya. Alasannya, ilmu politik digunakan dengan tujuan akhir menyelenggarakan kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang sehat. Dia dianggap orang pertama yang mengenalkan kata politik melalui pengamatan tentang manusia yang disebut zoon politicon. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari oleh manusia.

Jadi, bagi mahasiswa yang harus mempelajari banyak hal, tak ada salahnya tertarik dunia politik sekaligus berpraktik langsung melalui kehidupan kampus. Jika akhirnya mahasiswa merasa bosan dan lelah dengan politik dan memilih keluar dari hiruk pikuk politik, itu pun tak ada yang bisa melarangnya.

Nur Aida Mardhatila atau Tila memilih kuliah di Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI). Alasannya, dia tertarik belajar kebangsaan dan tata negara.

Tak hanya belajar teori yang diajarkan di perkuliahan, Tila juga mempraktikkannya secara langsung dengan penelitian politik dan analisis kasus.

”Saya senang politik, jadi menikmati kuliah di sini. Dosen juga memberikan kesempatan kepada kami untuk ikut terlibat dalam Pusat Kajian Politik FISIP UI,” ujar Tila.

Beberapa penelitian pernah dilakukan Tila, seperti mempelajari pola pemerintahan Suku Badui Dalam, kajian Rancangan Undang-Undang Pemilu, dan mempelajari pemerintahan desa di Bekasi dan Sukabumi. Tila memang lebih suka memilih penelitian di bidang pemerintahan sesuai dengan cita-citanya menjadi dosen atau peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

”Saya belum tertarik untuk menerapkan ilmu politik dengan bergabung dalam partai politik. Pejabat politik sekarang lebih banyak yang mencari kekuasaan, bukan bertujuan untuk makna politik yang sesungguhnya, yakni menyelenggarakan kehidupan bernegara untuk masyarakat sejahtera,” kata Tila.

Sementara itu, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI, Dirgantara Reksa Ginanjar, mengaku bosan dengan perpolitikan kampus. ”Awalnya saya pilih di FISIP karena ingin bisa menulis, kemudian penasaran dengan dunia politik itu seperti apa, lalu bergabung dengan BEM. Setelah di dalam, rasanya membosankan karena banyak perdebatan yang kadang-kadang tidak perlu,” kata Dirga yang bergabung dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP UI di bagian kajian dan aksi strategis.

Dirga akan menyelesaikan masa jabatannya selama satu tahun, setelah itu akan meninggalkan BEM. ”Dalam dunia politik, banyak orang yang sok tahu atau sok memperjuangkan masyarakat. Padahal mereka hanya membela kepentingannya sendiri. Lebih baik saya memilih kegiatan kampus yang lain saja,” ujarnya.

Tak berminat

Di sisi lain, ada sebagian mahasiswa yang tak berminat terjun belajar politik. Meski demikian, mereka tetap mengikuti perkembangan situasi politik Indonesia yang lebih sering diberitakan secara negatif.

Iqbal Ramadhani, mahasiswa Jurusan Teknik Komputer Jaringan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sriwijaya, Palembang, misalnya, mengaku tak berminat di bidang politik. Dia bahkan menganggap politik itu kejam karena menggunakan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan.

”Kalau mengikuti berita-berita politik sih sering. Paling seru kalau kisruh-kisruh di rapat DPR atau pejabat DPR yang melancong. Segala hal yang berhubungan dengan pemilu juga menarik karena informasinya menyangkut kepentingan masyarakat,” ujar Iqbal.

Bagaimana jika ditawari menjadi anggota senat mahasiswa atau BEM? ”Wah, enggak mau, bikin pusing saja. Lagi pula nanti kalau berdebat tentang suatu hal pasti saya kalah,” kata Iqbal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com