Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Anggapan Salah tentang Kuliah di Jepang

Kompas.com - 10/11/2015, 19:23 WIB
Anne Anggraeni Fathana

Penulis

KOMPAS.com – Tak sedikit pelajar Indonesia batal kuliah di Jepang karena takut berhadapan dengan berbagai kendala di sana. Tidak bisa dimungkiri bahwa budaya kedua negara ini memang jauh berbeda.

Banyak pelajar enggan kuliah di Jepang karena khawatir dengan biaya mahal atau perbedaan bahasa. Padahal, keduanya bukan masalah. 

Berikut ini beberapa anggapan yang salah mengenai kuliah di Jepang:

Menyesuaikan gaya hidup

Banyak mahasiswa Indonesia kesulitan menyesuaikan diri dengan kebiasaan hidup di Negeri Sakura. Pasalnya di sana semua begitu teratur, mulai dari naik kereta sampai membuang sampah memiliki tata cara masing-masing.

Anda hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Lama-lama Anda akan terbiasa karena tinggal di Jepang tidaklah sulit.

Di samping warganya terkenal ramah dan santun, fasilitas umum di Jepang sudah tertata rapi. Jika Anda butuh bantuan, warga lokal tak akan sungkan untuk menolong.

Mahal!

Kenyataannya biaya pendidikan dan hidup di Jepang memang mahal. Satu hal yang tidak diketahui banyak orang adalah hal itu berbanding lurus dengan banyaknya kucuran beasiswa.

Seleksi beasiswa di Jepang hanya berdasarkan prestasi akademik. Ragamnya bermacam-macam, seperti beasiswa kampus, swasta, bantuan daerah, serta berupa potongan biaya studi.

Anda dapat menerima beasiswa itu sepanjang masa kuliah, asal mampu mempertahankan nilai baik. Informasi seputar beasiswa pun terbuka dan tersebar di kampus-kampus.

Susah cari makanan halal

Hari ini sudah banyak restoran bersertifikat halal di Jepang dan bisa dicari lewat internet. Kedai makanan halal juga cenderung mudah ditemukan di sekitar universitas.

Solusi lainnya, pesan makanan berbahan dasar ikan dan produk laut lainnya saat di restoran. Selain itu, memasak sendiri juga bisa menjadi pilihan sekaligus membantu Anda berhemat.

M Latief/KOMPAS.com E-Track bertujuan supaya para mahasiswa bisa saling menstimulasi dan membebaskan batas-batas negara menuju apa yang disebut dengan masyarakat global. Saat ini, tujuan itulah yang tengah diterapkan pada 50 pelajar internasional dari 26 negara di kampus tersebut.

Kendala bahasa

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com